Jaksa Agung: Publik Lebih Menginginkan Penegakan Hukum Tidak Selalu Kaku

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Masyarakat kecil sering kesulitan dalam mendapatkan akses keadilan hukum. Apalagi hukum hingga kini masih mengedepankan pada aspek kepastian hukum dan legalitas formal bukan pada keadilan hukum yang lebih substansial.

“Sementara publik saat ini lebih menginginkan penegakan hukum yang tidak selalu kaku dengan bunyi peraturan perundang-undangannya dan lebih menginginkan hukum yang mengalir,” ujar Jaksa Agung Burhanuddin secara virtual saat menjadi Keynote Speaker “The 3rd International Conference On Law, Governance and Social Justice, Rabu (04/10/2023).

Oleh karena itu, kata Jaksa Agung, menjawab tantangan tersebut Kejaksaan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana telah bertransformasi menjadi institusi penegak hukum yang lebih progresif dalam penanganan perkara.

“Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan keadilan di tengah masyarakat,” ucapnya seraya menyebutkan transformasi kejaksaan dimanifestasikan dengan kebijakan Keadilan Restoratif yang dituangkan dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Adapun Keadilan Restoratif adalah suatu pendekatan terhadap keadilan atas dasar falsafah dan nilai-nilai tanggung jawab, keterbukaan, kepercayaan, harapan, penyembuhan dan inclusiveness,” ujarnya dalam kegiatan yang diselenggarakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Jaksa Agung lebih lanjut mengatakan Keadilan Restoratif merupakan reaksi terhadap teori Retributif yang berorientasi pada pembalasan dan teori neo klasik yang berorientasi pada kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan.

“Dalam hal ini sanksi pidana lebih menekankan pada unsur pembalasan (pengimbalan) terhadap suatu perbuatan. Sementara pendekatan Keadilan Restoratif lebih mengedepankan pada prinsip pemulihan kembali pada keadaan semula,” ujar mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.

Dia menuturkan juga penegakan hukum berdasarkan Keadilan Restoratif tidak hanya mengejar kepastian hukum, menerapkan pasal-pasal kaku dan eksklusif. “Tapi Keadilan Restoratif melahirkan keadilan hukum yang lebih substansial dan inklusif, tidak sekadar bersifat legalistik-proseduralistik,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Jaksa Agung filosofi Keadilan Restoratif hadir sebagai terobosan hukum untuk memperbaiki citra dan mindset negatif penegakan hukum yang selama ini berkembang di masyarakat.

“Pola pikir hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas bertransformasi menjadi tajam ke ke atas dan humanis ke bawah,” ucapnya seraya mengingatkan sebagai agen perubahan yang memiliki peran sangat strategis maka perguruan tinggi bermanfaat sebagai pendorong arah perubahan pembangunan hukum nasional.

Dia berharap kegiatan konferensi internasional yang diprakarsai Universitas Jenderal Soedirman dapat diselenggarakan secara berkelanjutan untuk memberikan sumbangsih yang nyata melalui berbagai pemikiran-pemikiran dari akademisi, praktisi ataupun unsur masyarakat.

Selain itu, kata Jaksa Agung, dapat memperkaya khazanah ilmu hukum sekaligus mewujudkan penegakan hukum yang lebih baik. Selain dapat menjadi sebuah forum bertukar ide, ilmu dan pengetahuan antar pemangku kepentingan,” katanya

“Sebagaimana juga dengan tujuan kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gagasan ataupun pemahaman yang mendalam terkait hukum, pemerintahan, dan keadilan sosial termasuk perkembangannya di dunia internasional,” ujar Jaksa Agung. (muj)