JAKARTA (IndependensI.com) – Untuk meningkatkan kompetitifnes Indonesia dibanding negara lain, pemerintah menyadari pentingnya menurunkan biaya logistik, sehingga dalam lima tahun terakhir Presiden Joko Widodo sangat agresif membangun infrastuktur di seluruh tanah air. Namun belakangan upaya ini,mengalami kendala karena beberapa pihak berupaya melakukan monopoli terhadap pengiriman barang melalui laut.
Untuk menghindari upaya monopoli seperti yang terjadi di Maluku, Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai, pemerintah sudah saatnya melakukan pemisahan antara operator yang mengawasi dan regulator yang mengatur di pelabuhan. Saat ini yang terjadi, kementerian perhubungan bertugas untuk mengawasi operator pelabuhan sekaligus bertindak sebagai regulator untuk seluruh pelabuhan.
“Apa yang terjadi di Maluku terkait persaingan usaha yang tidak sehat yang dilakukan oleh beberapa kartel untuk rute Surabaya-Ambon yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran bukan oleh operator pelabuhan, makanya dengan kejadian ini pemerintah perlu melihat kembali aturan tentang kepelabuhanan Indonesia,’’ papar Faisal Basri di Jakarta (07/11/2019).
Dengan kejadian ini, coba dipisahkan antara pengawasan terhadap operator dengan regulatornya, sehingga pengawasan dan pengaturan kepelabuhanan Indonesia lebih intens, papar Faisal.
Kehadiran pelabuhan mutlak diperlukan untuk memperlancar arus barang, jasa maupun orang sehingga tidak semuanya mengandalkan jalur darat maupun udara. Berdasarkan pantauan yang telah dilakukan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, daerah Indonesia Timur memiliki potensi monopoli yang lebih besar, dibandingkan daerah lainnya, meski berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) lebih mengarah pada monopoli oleh operator pelayaran.
Untuk memperlancar arus barang dari Jawa ke Indonesia bagian timur, ada 2 pelabuhan utama yang melayani yang berada di Balikpapan dan juga Makassar, namun masih banyak pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya yang tersebar di Maluku, Sulawesi, Kalimantan hingga Papua yang melayani jasa bongkar muat barang dan jasa. Demi mendukung program tol laut untuk memangkas biaya logistik, pemerintah juga telah memberikan subsidi untuk bahan bakar dan juga biaya pelayaran.
Menurut Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara Widodo Setiadi, sebagai salah satu operator pelabuhan di Marunda, monopoli terhadap industri pelabuhan bukanlah hal yang mudah dilakukan karena sektor pelabuhan adalah industri yang padat modal dan padat karya, apalagi untuk daerah Jawa dengan persaingan usaha yang semakin ketat, sangat sulit dilakukan. Apalagi ada begitu banyak regulasi dari Kementerian Perhubungan yang harus dipenuhi saat akan membangun pelabuhan.
‘’Di pelabuhan Marunda, kami hanya bertindak sebagai operator yang menyediakan tempat bagi tenant untuk melakukan bongkar muat barang di pelabuhan, jadi kami tidak menangani distribusi dan pemasaran barang,’’ ungkap Widodo di Jakarta (6/11/2019).
Perlu pengawasan yang terpadu untuk bisa membuat pengangkutan dan distribusi barang lebih cepat tapi perlu antisipasi terhadap jasa pelayaran agar tidak dikuasai orang atau perusahaan tertentu yang menyebabkan terjadinya monopoli sehingga harga barang-barang menjadi naik, papar Widodo. (Chs)