Ilustrasi. Munas X Partai Golkar. (Ist)

Munas Yang Bermartabat

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sudah sejak lama organisasi di Indonesia bagaikan arena “tarung” tanpa aturan sebab berbagai hal hal bisa terjadi, semua merasa punya hak untuk memimpin organisasi tersebut, tidak terkecuali organisasi sosial politik seperti partai, professi sering sangat memalukan seperti organisasi advokat, karena ulah pengurusnya tercerai berai.

Hal itu kelihatannya tidak akan terjadi pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golongan Karya (Golkar) kali ini, karena para pihak telah memiliki kesadaran tinggi baik pengurus, tokoh maupun senior-senior partai yang mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Walaupun telah terjadi reformasi semua berubah tetapi pola pikir berorganisasi sering semakin tidak tahu aturan sebab banyak orang merasa “mampu” menjadi pemimpin bahkan menghalalkan segala cara seperti merubah AD/ART hanya mengganjal pihak lain atau mengunggulkan incumbent.

Harus disyukuri dan dijaga agar tidak terulang era Orde Baru, semua kepengurusan organisasi harus yang disukai, dan kalaupun ada Munas, Kongres, Muktamar atau Sinode yang terpilih dan yang harus diplih yang dikehendaki pemerintah.

Bagaimana kongres dan muktamar partai era Orde Baru, Muktamar dan Sinode Godang HKBP yang sempat terpecah dan “tercerai-berai” beberapa waktu, karena “pengaruh dan intervensi” pihak luar.

Peranan tokoh-tokoh Partai Golkar sangat penting dalam menjaga stabilitas partai, persatuan dan kesatuan organisasi sehingga mampu mempertahankan harkat dan martabatnya. Ketulusan hati Luhut Binsar Panjaitan, Aburizal Bakrie dan senior-senior Partai Golkar lainnya sangat menentukan mulusnya dan bermartabatnya Munas Golkar kali ini dengan pernyataan resmi Bambang Susatyo yang mengundurkan diri dari pencalonan sebagai Ketua Umum periode mendatang.

Bambang Susatyo memiliki kemampuan besar sebagai calon ketua umum, dia sebagai Ketua MPR tetapi dengan pertimbangan matang dan nasehat para seniornya membuat Bambang sendiri menerimanya. Artinya, pengalaman para senior Partai Golkar telah banyak pahitnya daripada manisnya kalau ada pertarungan calon Ketum, dan cukup menguras tenaga dan dana, dan hasilnya pun tidak akan tercapai kepengurusan yang baik dan mumpuni.

Pengalaman Golkar dari Orde Baru dengan kesinambungannya menjadi Partai Politik cukup matang, namun di era reformasi para tokoh-tokohnya sering terbawa ambisi, dengan hasrat untuk memimpin yang berlebihan, maka Golkar yang besar itu sering dikerdilkan oleh tokohnya sendiri.

Partai-partai politik yang kadernya banyak seperti Golkar, memang dibutuhkan kesadaran bersama bahwa semua boleh menjadi poltisi handal dan berwibawa, tetapi tidak semua harus berlomba-lomba jadi Ketua Umum.

Calon-calon yang tidak terpilihatau tersinggung, sering mendirikan partai. Mendirikan partai baru adalah hak setiap orang, tetapi kalau setiap lima tahun muncul partai baru, bagaimana mau penampung dan menyalurkan aspirasi rakyat? Apa rakyatnya tidak bingung, kemarin pare warna anggur sekarang menjadi warna jengkol, misalnya.

Berdirinya partai baru tidak selamanya “salah” si pendiri, tetapi pemimpin partai lama juga harus sadar bahwa partai itu adalah milik bersama tidak hanya milik pengurus, sebaiknya tidak otoriter atau menyingkirkan kader-kader kritis. Tidak baik bersikap “mentang-mentang” akan tetapi jiwa demokratis tidak hanya slogan harus juga diterapkan.

Partai Golkar sebagai partai yang tidak pernah di luar pemerintahan atau paling tidak selalu beroposisi positif, pada Munas kali ini enerji para peserta Munas sudah dapat digunakan bagaimana mensejahterakan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah.

KSeba tidak perlu lagi menghabiskan enerji “ngotot-ngototan” memilih Ketua Umum kalau sudah musyawarah untuk mufakat maka Munas dimaksimalkan saja mendukung program pemerintah dengan rekomendasi konkrit. Jangan disia-siakan potensi yang dimiliki Golkar melalui peserta Munas yang tahu permasalahan dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, karena para pesertanya daerah tingkat II, Tingkat I yang di dalamnya ada semua unsur masyarakat.

Generasi muda Golkar perlu tahu bahwa apa yang telah diperjuangkan Golkar selama Orde Baru harus ditingkatkan, jangan dirusak sebagaimana perlakuan mantan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal masa lalu.

Kalau dulu ada kesan masuk Golkar untuk dilayani, sekarang harus dibalik masuk Partai Golkar adalah untuk melayani masyarakat dan membantu Pemerintah meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar terwujud masyarakat adil makmur dan makmur berkeadilan. (Bch)