DEPOK (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menekan laju pemotongan sapi betina produktif Nasional. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Syamsul Ma’arif saat mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada acara Pertemuan Koordinasi dan Advokasi Pengendalian Pemotongan Betina Produktif di Depok. Pertemuan dilaksanakan selama tiga hari dimulai dari tanggal 11 Desember 2019.
Menurut Syamsul, dalam rangka percepatan peningkatan peningkatan populasi ternak sapi/kerbau, Pemerintah telah membuat terobosan dengan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Melalui program ini telah lahir sebanyak 2.650.969 ekor anak sapi.
Namun demikian, berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) tercatat dalam empat tahun tidak kurang dari 22.000 ekor ternak betina produktif dipotong setiap tahunnya. Tingginya pemotongan betina produktif secara nasional ini menjadi salah satu hambatan dalam upaya percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau di Indonesia.
Syamsul juga menyampaikan bahwa mengingat pentingnya upaya pengendalian dan pencegahan pemotongan betina produktif, maka mulai tahun 2017, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mencanangkan kegiatan Pengendalian Pemotongan Betina Produktif. Upaya pengendalian pemotongan betina produktif ini tambah Syamsul bertujuan untuk menyelamatkan betina produktif dari pemotongan dan mempertahankan dan/atau meningkatkan jumlah akseptor UPSUS SIWAB.
“Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah menurunkan pemotongan betina produktif secara bertahap, minimal sebesar 20% dari jumlah pemotongan betina produktif pada tahun sebelumnya” jelasnya.
Lanjut Syamsul menjelaskan bahwa kinerja pengendalian pemotongan betina produktif mulai menunjukkan hasil positif dengan terjadinya penurunan pemotongan betina produktif di daerah target 17 Propinsi sebesar 54%, dari jumlah pemotongan 23.078 ekor di tahun 2017 menjadi 12,209 ekor pada tahun 2018. Adapun secara nasional, angka ini turun sebesar 47,10% dari 21.106 ekor di tahun 2017, menjadi 9.522 ekor pada tahun 2018.
Untuk tahun 2019, Syamsul menyampaikan bahwa sampai bulan November 2019, pemotongan sapi betina produktif secara nasional tercatat sebanyak 9.134 ekor. Jumlah tersebut turun 25,19% jika dibandingkan dengan pemotongan pada Tahun 2018 atau turun sebesar 60.41% dari tahun 2017. Kondisi ini menunjukkan bahwa target penurunan sebesar 40% dari baseline data 2017 atau 20% dari tahun 2018 telah terlampaui.
“Penurunan pemotongan betina produktif yang signifikan ini sebagai dampak dari masifnya kegiatan pengawasan pelarangan pemotongan betina produktif di berbagai wilayah di Indonesia khususnya di 17 Provinsi yang menjadi pilot proyek kegiatan sejak tahun 2017″, ungkapnya.
Peran Baharkam-Polri
Menurut Syamsul, pencapaian ini adalah hasil nyata dari pelaksanaan kerjasama pengendalian pemotongan betina produktif antara Ditjen PKH dengan Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri melalui perjanjian kerjasama yang telah ditanda tangani pada 9 Mei 2017.
Lebih lanjut Syamsul menjelaskan keberhasilan penurunan pemotongan betina produktif ini tentu saja tidak terlepas dari peran dan keterlibatan aktif semua pihak dari Pusat sampai daerah yang terdiri dari unsur teknis dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bakarkam Polri beserta jajarannya serta instansi terkait lainnya.
“Kami sangat mengapresiasi Baharkam dan jajarannya di daerah yang telah melakukan pengawasan mulai dari hulu di kelompok ternak, pasar hewan dan check point sampai di hilir di Rumah Potong Hewan (RPH) atau di tempat pemotongan di luar RPH”, tambahnya.
Syamsul juga memperingatkan bagi pemilik ternak dan jagal yang dengan sengaja melakukan pemotongan betina produktif akan dilakukan pembinaan yang ditingkatkan atau penindakan dengan melalui tahapan antara lain teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian sementara ijin pemotongan, pencabutan ijin usaha pemotongan, pengenaan denda, dan sanksi pidana.
“Polri juga telah mengimbau untuk tidak memotong sapi betina produktif karena bisa mengakibatkan sanksi pidana”, ujarnya.
Mengakhiri sambutannya, Syamsul berharap agar kerjasama antara Ditjen PKH dengan Baharkam Polri yang akan segera berakhir pada bulan Mei tahun 2020 dapat dievaluasi bersama.
“Mari kita lihat kembali kekuatan dan kelemahan apa saja yang sudah kita lakukan selama hampir tiga tahun terakhir. Kami yakin kerjasama ini masih sangat kita butuhkan tentu saja dengan mempertahankan hal-hal positif dan menambahkan alternatif-alternatif pengembangannya kedepan” pungkasnya.