BEKASI (IndependensI.com)- Pemerintah Kabupaten Bekasi berharap penyelesaian pemisahan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi dapat segera terealisasi. Cara yang paling elegan, pemisahan terkait keberadaan aset dilakukan musyawarah mufakat sebagaimana proses yang sudah dilakukan.
Tujuan pemisahan, membuat pengelolaan PDAM tersebut lebih optimal dalam pelayanan kepada masyarakat. Tetapi, jika pemisahan lewat musyawarah dan mufakat tidak terwujud antara Pemkab dan Pemkot Bekasi, maka Pemkab Bekasi akan menetapkan nilai kompensasi penyerahan aset PDAM Tirta Bhagasasi yang berada di wilayah Kota Bekasi berdasarkan nilai wajar sesuai yang dilakukan penilai dari Kantor Jasa Penilak Publik (KJPP) Efendi Rais, maka selanjutnya untuk upaya kepastin hukum akan ditempuh melalui tiga hal.
Penegasan itu disampaikan Asisten Ekonomi Pembangunan Pemkab Bekasi Entah Ismanto, Senin (27/1/2020) dalam siaran persnya. Sebab proses pemisahan sudah diawali sejak 2015. Bahkan, tahun 2017 dan 2019 sudah ada kesepakatan bersama antara Bupati dan Wali Kota Bekasi. Namun kesepakatan itu tidak dilaksanakan.
Adapun langkah untuk kepastian hukum yang akan dilakukan Pemkab Bekasi kata Entah, pertama memohon saran tindak dan keputusan Kemenperian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinis Jawa Barat dalam hal pelaksanaan tugas pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, sesuai peraturan yang berlaku.
Kemudian lanjut Entah, kedua pihaknya akan memohon persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi, dan ketiga meminta pendampingan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi sebagai pengacara negara.
Ditegaskan, sesuai jangka waktu perjanjian kesepakatan pemisahan tahun 2017, bahwa batas waktu kesepakatan hanya sampai tanggal 8 Mei 2020, yakni tiga tahun sejak kesepakatan 2017.
Diungkapkan, awal rencana pemisahan PDAM tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi mengusulkan nilai kompensasi yang akan dibayarkan Pemkot Bekasi Rp 845.082.080.172. Namun Pemkot Bekasi mengusulkan hanya Rp 264.546.228.834.
Karena ada perbedaan nilai usulan, Pemkot Bekasi minta pendampingan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi sebagai pengacara negara didampingi unsur Pemkab dan Pemkot Bekasi, termasuk BPKP Provinsi Jawa Barat. Hal itu tertuang dalam berita acara tanggal 9 Mei 2017. Dan akhirnya kedua pemerintahan menyepakati KJPP Efendi Rais sebagai penilai independen terkait aset PDAM Tirta Bhagassi yang ada di wilayah Kota Bekasi.
Dari hasil penghitungan KJPP, diperoleh hasil nilai wajar bahwa aset PDAM yang berlokasi di Kota Bekasi Rp 362.402.000.000. Penilaian itupun diterina Pemkab dan Pemkot Bekasi, dan dilakukan kesepakatan. Namun karena kesepakatan tidak dilaksanakan, akhirnya 10 Desember 2019 bertempat di Kantor BPKP Jabar, hasil musyawarah perbedaan pendapat terjadi.
Pemkab Bekasi minta kompensasi dibayarkan Pemkot Bekasi Rp 302.887.442.280. Nilai ini terdapat setelah Rp 362.402.000.000 dikurangi penyertaan modal Pemkot Bekasi selama ini Rp 68.546.228.834, dan ditambah adanya kelebihan pemberian dividen dari PDAM ke Pemkot Bekasi Rp 9.031.651.124 pada tahun 2012.
Namun ujar Entah, tahun 2019 hasil mediasi BPKP, diputuskan nilai kompensasi yang akan dibayar Pemkot Bekasi ke Pemkab Bekasi Rp 199.100.000.000. Hasil itu pun disepakati antara Bupati dan Wali Kota Bekasi, Eka Surya Atmaja dan Rahmat Effendi. Bahkan saat itu, Bupati Eka sudah menandatangani keputusan, sementara Wali Kota Rahmat belum menandatangani.
Karena pemisahan terus berlarut-larut, akhirnya Komisi 1 DPRD Kabupaten Bekasi dipimpin Ketuanya Ani Rukmini melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman J Putro tanggal 21 Januari 2020. Hadir saat itu tiga Direksi PDAM Tirta Bhagasasi Usep Rahman Salim, Johny Dewanto, Maman Sudarman beserta Kabag Ekonomi Pemkab Bekasi Gatot Purnomo
Saat itulah, Kabag Ekonomi Pembangunan Kota Bekasi Eka Hidayat Taufik mengakui kendala pemisahan selama ini, karena ada delapan aset Pemkot Bekasi masuk aset PDAM, dan minta agar aset itu tidak ikut dihitung. (jonder sihotang)