Fatekhul Mujib, Peneliti The Republic Institute,

Elektabilitas Bambang Haryo di Sidoarjo Nomer Satu

Loading

SURABAYA (Independensi.com) The Republic Institute, sebuah lembaga survei nirlaba yang menjadi rumah tempat berhimpunnya para peneliti di Surabaya melakukan survei perilaku memilih (voting behavior) di Kabupaten Sidoarjo yang akan berlangsung pada 23 September mendatang.

.Meski Pilkada di kota Udang masih tujuh bulan lagi, namun, gaung kontestasi sudah ramai diperbincangkan oleh masyarakat di Kabupaten Sidoarjo.

Survei perilaku memilih yang dilakukan The Republic Institute, adalah untuk melihat popularitas, liketabilitas dan elektabilitas calon-calon kepala daerah yang muncul di kabupaten Sidoarjo, termasuk melihat tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan kabupaten Sidoarjo 2015-2020.

The Republic Institute melakukan survei terhadap perilaku memilih di Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 3-14 Februari 2020, dengan jumlah responden sebanyak 800 pemilih dan margin of error yaitu 3,8 persen.

Teknik sampling survei yaitu dengan multistage random sampling, dimana sampel dipilih secara berjenjang dari tingkat kecamatan, desa, RT, RW sampai KK.

“Dengan teknik ini semua pemilih di Kabupaten Sidoarjo memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden penelitian,” ujar Fatekhul Mujib, Peneliti The Republic Institute, yang juga mantan anggota KPU Sidoarjo

Nama-nama calon yang muncul di Kabupaten Sidoajo semuanya di cek terkait popularitas dan elektabilitasnya.

Dari hasil penelitian tampak bahwa popularitas tertinggi masih dipegang oleh Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin sebesar 80 persen, kemudian disusul Bambang Haryo Sukartono (BHS) sebesar 76,4 persen dan Ahmad Muhdlor Ali sebesar 71,2 persen, Kelana Aprilianto 56,5 persen, A. Amir Aslichin 52,9 persen, M. Bahrul Amiq 33,9 persen, Sulamul Hadi Nurmawan 23,4 persen, Hidar Assegaf 27 persen, Rahmat Muhajirin 25,9 persen, Mimik Idayana 27,6 persen, Samsul Hadi 23,5 persen, Sumi Harsono 22,4 persen, H. Haris 21,4 persen, M. Taufiqulbar 17,4 persen.

Dari data di atas tampak sekali popularitas yang tinggi dari keempat calon tersebut bisa terjadi karena baliho sebagai media pengenalan dirinya sudah banyak tersebar di Kabupaten Sidoarjo

Disamping itu, karena Nur Ahmad Syaifuddin menjabat wakil bupati dan Plt. bupati.
Sedang BHS dikenal karena pernah menjadi anggota DPR RI 2014-2019 yang aktif berkunjung ke masyarakat Sidoarjo. Sedangkan Muhdlor popularitasnya lebih banyak karena pengaruh Gus Ali sebagai abahnya.

Berkebalikan dengan popularitas, meskipun Bambang Haryo Sukartono untuk popularitas diurutan nomor 2, tetapi untuk elektabilitas ternyata nomor satu,.

Adapun rincian persentase untuk elektabilitas sebagai berikut: Bambang Haryo Sukartono (BHS) 23,6 persen, kemudian diurutan kedua Muhdlor 20,9 persen, diurutan ketiga Nur Ahmad Syaifuddin 14 persen dan keempat Kelana Aprilianto 11,7 persen, kelima A. Amir Aslichin 3,7 persen, Keenam H. Haris 3,4 peren, Ketujuh M. Bahrul Amiq 2,6 persen, Kedelapan Mimik Idayana 1 persen, Selebihnya calon yang lain masih dibawah 1 persen.

“Alasan BHS tertinggi karena sudah memiliki relawan yang kuat mencapai di grassroot ditiap wilayah sidoarjo serta enam bulan terakhir selalu berkegiatan menyapa warga di Sidoarjo dengan melakukan kegiatan positif menyapa dan membantu masyarakat sama halnya pada saat menjadi Anggota DPR RI maupun sekarang ketika hendak mencalonkan di Pilkada”, ujar mujib yamg sekarang sedang menyelesaikan program Philosophy of Doctor (Ph.D) di Charles University Prague, Republik Ceko.

Sementara itu “Untuk gus Muhdlor, elektabilitas yang tinggi tersebut lebih banyak karena pengaruh abah beliau serta satu satunya calon milenial, sedangkan untuk Pak Nur, lebih banyak dipengaruhi karena jabatan beliau sebagai PLT bupati sehingga bisa memanfaatkan program kerjanya untuk mendulang suara”, ujar Mujib.

Selain elektabilitas, The Republic Institute juga mensurvei tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja bupati dan wakil bupati di Kabupaten Sidoarjo, hasil survei tampak bahwa tingkat kepuasan masyarakat sangat rendah terhadap kepemimpinan bupati dan wakil bupati, dimana untuk kinerja bupati hanya 42,4 persen dan untuk wakil bupati hanya 49,2 persen. “ Kalau nilai mata kuliah, nilai dibawah 50 itu berarti nilai tidak lulus”, ujar Mujib.

Karena itu, melihat fenomena dinamika perilaku memilih di Sidoarjo peluang Pendatang Baru (Newcomers) calon di Sidoarjo lebih berpeluang besar, sepanjang mampu mempercepat kerja-kerja politik kepada masyarakat yang dapat menaikan popularitas, liketabilitas dan elektabilitasnya secara efektif dengan memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya”. Tutup Mujib
(hpr)