JAKARTA (IndependensI.com) – Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan jaksa berprestasi Chuck Suryosumpeno dari 4 tahun penjara, menjadi 3 tahun penjara. MA menilai ada hal-hal yang meringankan dalam diri Chuck.
Menanggapi putusan kasasi MARI Nomor: 446 K/PID. SUS/2020 tersebut, Sandra Nangoy mengaku menyesalkan putusan MA itu. “Saya selaku Kuasa Hukum Chuck Suryosumpeno menyampaikan penyesalan bahwa walaupun MA telah memperbaiki lamanya hukuman Pak Chuck, namun menghukum orang tak bersalah tetap saja tidak benar!,” kata Sandra di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Ia pun menduga Majelis Hakim dalam memutus perkara kasasi Chuck tidak secara sungguh-sungguh mempelajari berkas kliennya.
Sehingga, lanjut Sandra, mereka melupakan adagium hukum yang sangat dikenal oleh para praktisi hukum. Yakni bahwa “Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.”
Sandra menambahkan, pihaknya akan tetap mendampingi Chuck Suryosumpeno berjuang meraih kebenaran. Dirinya yakin, satu pintu keadilan tertutup bukan berarti pintu keadilan lainnya tidak terbuka.
Terkait komentar Jaksa Sardjono Turin pada sebuah media yang menyatakan bahwa dengan dinyatakan bersalah maka tudingan kriminalisasi yang diarahkan kepada Pimpinan dan para penyidik pidsus kejaksaan agung menjadi gugur, Sandra menyatakan dengan tegas bahwa sebaiknya Turin memahami makna kriminalisasi terlebih dahulu sebelum menyampaikan komentar.
Menurut Sandra, para kriminolog mengutarakan bahwa kriminalisasi dimaknai sebagai tindakan aparat penegak hukum yang menetapkan seseorang melakukan perbuatan melawan hukum atau sebagai pelaku kejahatan atas pemaksaan interpretasi perundang-undangan.
Dalam hal ini aparat penegak hukum dianggap seolah-olah melakukan tafsir sepihak atau tafsir subyektif atas perbuatan seorang, lalu kemudian diklasifikasikan sebagai pelaku tindak pidana. Oleh karenanya kriminalisasi sama sekali tidak ada kaitannya dengan putusan pengadilan.
“Jadi, kasus kriminalisasi terhadap Chuck Suryosumpeno akan terus ada menghiasi perjalanan penegakan hukum negeri ini. Karena jejak digital tak akan pernah dapat terhapus sepanjang masa,” ujarnya.
Menyikapi kasus ini, Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga, Prof Lucianus Budi Kagramanto menilai mantan Jaksa Agung HM Prasetyo telah bertindak sewenang-wenang kepada Chuck. Prasetyo diduga melakukan kriminalisasi sehingga Jaksa Chuck tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya.
Hal itu disampaikan Prof Budi dalam diskusi “Eksaminasi Akademik Kasus Chuck Suryosumpeno: Inikah yang Disebut Negara Lawan Negara?” di Hotel Grandhika Iskandarsyah Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Menurut Budi, seharusnya Kejaksaan Agung melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 63 PK/TUN/2018 yang digugat oleh Jaksa Chuck. Dalam putusan itu, Kejaksaan Agung diminta membatalkan surat Keputusan Jaksa Agung Nomor Kep-186/A/JA/11/2015.
Putusan itu juga menghukum Kejaksaan Agung untuk merehabilitasi harkat dan martabat kedudukan Jaksa Chuck selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, berikut segala hak dan kewajiban sehubungan dengan kedudukan tersebut.
Atas tindakan kesewenang-wenangan mantan Jaksa Agung Prasetyo yang mempermainkan hukum tersebut, Budi menyatakan bahwa Chuck berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara.
Ia pun mendesak Jaksa Agung untuk menunjukkan teladan yang baik kepada publik, supaya tak dianggap sebagai trend buruk bagi perkara lain. Chuck pun dianggap Budi tak hanya sebagai korban kriminalisasi dari Kejaksaan Agung.
“Jaksa Chuck menjadi korban permainan politik tingkat tinggi yang dimulai dari jeleknya penegakan hukum dari kasus tersebut. Kalau hal ini terjadi terus-menerus malah merepotkan dan menghambat proses penegakan hukum di Indonesia sendiri. Ini yang sungguh mengkhawatirkan kami sebagai akademisi,” kata dia.