Oleh: Sahat Marojahan Doloksaribu
Sejauhmana keriuhan “Virus Cina” atau “Chinavirus” yang pertama sekali diunggah oleh Presiden AS Donald Trump lewat twitter beberapa minggu yang lalu? Sudah kita baca dari berbagai media bahwa tuduhan itu telah merembet kemana-mana.
Ini menjadi masalah Geopolitik baru dalam situasi yang membutuhkan kerjasama global untuk mengatasi pandemi COVID-19.
Setidaknya tiga hal sedang terjadi karena ciutan itu, pertama Warga AS keturunan Cina dan Asia menjadi was-was karena tuduhan itu. Ucapan itu telah mendorong beberapa orang Amerika mengintimidasi warga Amerika lain yang asal Asia.
Kedua, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menjadi sasaran langsung kemarahan Donald Trump yang menuduh Organisasi Kesehatan Dunia itu bersikap Cina sentris dan gagal menangani Pandemi COVID-19.
Dr. Tedros, dalam Konferensi Pers 9 April 2020, mengingatkan agar jangan mempolitisasi Virus Corona. Tedros dalam Konferensi Persnya agak marah mengingatkan agar semua pihak bekerjasama mengatai masalah yang dihadapi bersama.
Ketiga, Hubungan AS-Cina saat ini berada pada titik nadir, mungkin terburuk sepanjang sejarah mereka. Ketegangan ini sesungguhnya tidak bersumber dari masalah virus, walau Virus menjadi sarana bertukar kata antara Presiden AS, dan Presiden Cina, Xi Jinping.
Bahaya Kuning, Sinofobia
Hubungan Amerika dan Cina juga dengan Asia Timur seperti pasang surut, timbul tenggelam, baik dan buruk. Masa lalu itu juga kadang-kadang bermuatan kebencian yang nampak dalam bentuk Sinofobia, ketakutan melihat orang Cina justru di negara mana mereka minoritas. Hubungan dagang ke dua negara di bulan-bulan terakhir, nampaknya juga sedang tidak baik.
Mengapa hubungan Asia, khususnya dengan AS ini begitu sensitif? Ini masalah lama yang mungkin juga tidak akan pernah terpecahkan secara tuntas. Bahaya Kuning yang menggambarkan ancaman ras kuning atau Asia Timur terhadap supremasi dunia barat, kolonial sudah lama. Katanya bermula dari invasi Genghis Khan dan Mongolia ke Eropa (1236 – 1291).
Hubungan yang kurang baik itu terus berkembang. Di masa Kolonial lebih dari dua abad yang lalu muncul stereotip rasis dan budaya. Di akhir abad 19 ketika orang Cina secara legal bermigrasi ke Australia, Kanada, AS dan New Zealand sentimen ini berkembang bahkan di kemudian hari di berbagai negara muncul Sinofobia, anti Cina.
Kekuatan Ekonomi Baru
Dengan akar sejarah yang panjang dan dalam itu, agaknya Cina sekarang semakin ditakuti tidak terkait dengan dua isu di atas, COVID-19 dan Sinofobia. Kekuatan ekonomi Cina sudah menjadi hal yang menakutkan bagi AS dan dunia barat, baru yang sekarang unggul dalam berbagai bidang.
Jin Keyu menulis dalam FINANCE & DEVELOPMENT, International Monetary Fund, Juni 2019 tentang Kemajuan Ekonomi Cina dan dan dunia seharusnya siap menerima itu.
Bahaya kuning masa depan dekat dan nyata adalah di tahun 2040, ketika Cina diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi dunia utama mengungguli AS dan sebelumnya Inggris dalam ratusan tahun. Ini lebih nyata dibanding masalah lain, namun COVID-19 bisa menjadi pintu masuk pertikaian tetapi juga pintu keluar mencari solusi persoalan dunia.
Perangkap Thucydides
Yu Yongding dan Kevin P. Gallagher menulis tentang COVID-19 dan Perangkap Thucydides, Project Syndicate, 24 April 2020. Mereka melihat, alarm berbunyi begitu nyaring yang membuat AS dan Cina bisa tenggelam lupa membebaskan diri dari Perangkap Thucydides.
Kembali mengutip mereka, ada tiga jalan ke depan: satu mungkin jalan buntu, yang lain akan menyebabkan kehancuran, dan yang ketiga bisa membawa pemulihan global.
Kita, tentu mengharapkan pilihan ketiga, jalan keluar yang dapat memulihkan dunia, pulih dari pandemi COVID-19 tetapi juga pulih keadaan sosial dan ekonominya.
Untuk itulah, kita berharap banyak kepada Presiden Joko Widodo, di tengah tugas maha berat mengatasi COVID-19 di dalam negeri, dapat mencuri waktu terbaik, memainkan peran bebas aktif, menempuh diplomasi COVID-19, mendorong perundingan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping bagi perdamaian dan kesejahteraan Dunia. (*)
Penulis Sahat Marojahan Doloksaribu adalah Pemerhati Pembangunan Berkelanjutan, Pendiri UMS, Ugla Mentawai Simariu-riu.
Donald Trump sebetulnya sedang mengakami tekanan berat di dalam negerinya sendiri. Ancaman impeachment senakin menguat karena didukung oleh mereka yg pernah memilihnya, membuatnya pada situasi krisis kepercayaan yang terendah yg dialaminya.
Tuduhanpun dilontarkan ke semua arah olehnya; bahkan ke China yang sebetulnya partner dalam kebijakan ekonomi AS.
Impeachment gagal (atau tertunda?) dilakukan di dalam negerinya karena adanya pandemik Covid-19. Kalau ada istilah saved by the bell dalam dunia olahraga tinju, maka Trumo was saved by corona.