JAKARTA (Independensi.com) – Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo secara geografis terletak pada dataran rendah (rata-rata 92 mdpl) dan menjadi pertemuan beberapa sungai, yakni Kali Pepe, Kali Gajah Putih, Kali Anyar, Kali Premulung dan Sungai Bengawan Solo. Untuk mendukung pengendalian banjir di Kota Solo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2018 telah menyelesaikan pembangunan sejumlah infrastruktur seperti rehabilitasi Bendung Karet Tirtonadi dan normalisasi Kali Pepe dari hulu hingga hilir.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan rehabilitasi Bendung Karet Tirtonadi merupakan bagian dari pekerjaan normalisasi Kali Pepe Hulu sepanjang 3.200 meter. Penggantian kantong karet menjadi lebar bentang 60 meter dari sebelumnya lebar 20 meter akan meningkatkan tampungan air pada musim kemarau dan mengendalikan debit banjir pada musim hujan.
“Pada saat musim kemarau, pintu Bendung akan ditutup, sehingga menjadi long storage yang dapat menampung air kurang lebih 1 juta m3. Pada musim hujan akan dibuka dengan kapasitas pengaliran air 1.048 m3 per detik, atau lebih besar dari debit awal 390 m3 per detik, sehingga manfaatnya juga untuk meningkatkan kapasitas debit sungai,” kata Menteri Basuki beberapa waktu lalu.
Fungsi Bendung Karet Tirtonadi akan menurunkan elevasi banjir 2,1 meter dan mengurangi risiko banjir seluas 110 hektar di beberapa wilayah di Kota Solo seperti Kecamatan Banjarsari. Pembangunannya dilakukan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Ditjen Sumber Daya Air selama 810 hari kalender pada tahun 2016-2018, dengan anggaran sebesar Rp 182,3 miliar.
Rehabilitasi Bendung Karet Tirtonadi menerapkan inovasi kantong karet yang dipasang melintang sungai untuk menaikan tinggi muka air. Teknologi ini dilengkapi dengan gate panel yang terbuat dari baja dengan ketebalan 16 mm dan tinggi 305 cm saat pembendungan dan 32 cm saat kondisi flat. Keunggulan teknologi tersebut diantaranya waktu pengoperasian yang relatif singkat, mampu melindungi air blader dari material sungai, tahan terhadap perubahan suhu ekstrim dan vandalisme.
Kehadiran Bendung Karet Tirtonadi tidak hanya sebagai pengendali banjir dan tampungan air baku, tapi juga sebagai objek wisata edukasi yang telah mencuri perhatian masyarakat karena dilengkapi dengan taman yang menjadi ruang terbuka publik. Pada masa sebelum Pandemi COVID-19, Bendung Karet Tirtonadi kerap menjadi tujuan wisata untuk beragam kegiatan seperti bersantai, pertunjukan seni, berolahraga maupun sekadar swafoto.
Menteri Basuki menuturkan penataan kawasan Bendung Karet Tirtonadi merupakan bagian dari upaya untuk mengedukasi publik akan pentingnya air dan pengelolaan sumber-sumber air yang berkelanjutan. “Pengelolaan air adalah urusan kita bersama termasuk masyarakat sebagai pemakai air. Oleh karena itu kita wajib melestarikan keberadaan sumber air, seperti tidak membuang sampah ke sungai,” pesan Menteri Basuki.
Penataan kawasan Bendung Karet Tirtonadi mendapat apresiasi positif dari masyarakat yang berkunjung. Salah satunya disampaikan akun Instagram @infosoloraya yang memposting foto wisatawan berkunjung di Bendung Tirtonadi pada Mei 2019 lalu. “Ini bukanlah luar negeri lho sobat, beginilah penampakan Bendungan Tirtonadi Solo, Surakarta usai ditata dan dipercantik,” tulisnya. (wst)