singkong Banjarnegara

Patut Ditiru, Pola Pengembangan Mocaf Banjanegara

Loading

BANJARNEGARA (Independensi.com)  – Di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah terdapat salah satu usaha rumah industri yang mengolah ubi kayu atau singkong menjadi tepung hingga menjadi berbagai macam pangan olahan. Tak ayal, ketika rombongan Kunjungan Kerja Kementerian Pertanian (Kementan) yang dipimpian Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Amirudin Pohan, singgah disebuah rumah mitra usaha pengolahan Singkong yang disebut “Rumah Mocaf” Selasa kemarin (23/6/2020).

Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Amirudin Pohan menyampaikan penjelasan dihadapan para pengunjung Rumah Mocaf, bahwa arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, pangan lokal menjadi pangan alternatif yang harus mulai diberi perhatian khusus. Oleh karenanya, untuk menjamin keberlanjutan pangan olahan dari singkong harus memanfaatkan lahan yang ada, bangun pangan lokal mulai dari skala rumah tangga supaya ketahanan pangan bisa terjaga.

“Singkong atau ubi kayu sebagai komoditas pangan alternatif ini patut diberikan perhatian lebih karena memiliki prospek yang bagus. Pola pengembangan mocaf di Banjarnegara ini pun patut ditiru agar pangan berbahan singkong menyebar di semua daerah. Ketahanan pangan kita semakin kuat,” kata Amirudin.

Dalam kesempatan tersebut penggagas Rumah Mocaf, seorang pengusaha muda, Reza Azyumarridha Azra, menjelaskan tepung berbahan singkong atau modified cassava flour (mocaf) bersiap untuk memasuki pasar ekspor.

“Produk ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti tepung terigu,” ucap Reza.

Reza bercerita tahun 2014 adalah awal berdirinya Rumah Mocaf. Untuk kebutuhan bahan baku singkong menjadi tepung mocaf membutuhkan 90 ton ubi kayu atau singkong tiap bulan dan bisa menjadi tepung mocaf 30 ton perbulan. Hasil dari tepung mocaf dikelola menjadi 35 macam varian dengan produk yang bermacam-macam.

“Harganya bervariasi hampir semuanya sama tapi yang paling best seller memang tepung dan mie nya itu yang paling banyak,” ujarnya.

Untuk potensi lahan dan produksi singkong di Banjarnegara juga sangat memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Misalnya, kelompok perajin Rumah Mocaf, rata-rata mampu memproduksi 7 ton tepung mocaf selama satu bulan. Sedangkan kebutuhan singkong mencapai 21 ton yang dipenuhi dari beberapa kelompok tani di Banjarnegara.

Yang lebih menarik lagi, sebut Reza, permintaan dari pasar luar negeri mulai berdatangan setelah produk olahan mocaf ini kerap mengikuti pameran di berbagai negara. Contohnya Festival Indonesia-Moskow, pameran di Kedutaan Besar RI di Brussel, serta Malaysia International Halal Showcase bulan April 2019 tahun lalu.

Sedangkan untuk standar keamanan, Reza menuturkan produk pangan ini menggunakan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yaitu mengindentifikasi potensi bahaya, menentukan titik kritis, menentukan batas kritis, menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring), menetapkan tindakan perbaikan, menetapkan prosedur verifikasi, serta mengembangkan dokumentasi prosedur dan pencatatan.

“Kami sedang berusaha memenuhi konsep HACCP ini karena ingin segera ekspor. Kalau sudah bisa (ekspor), itu akan mempermudah pasar di Indonesia sekaligus meningkatkan derajat singkong di mata dunia. Ekspor mocaf ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor tepung terigu. Target tahun ini sudah bisa,” tandasnya.

Selanjutnya Prof. Dr. Iswandi Anas dari Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) berupaya untuk mendorong kerja sama dalam bidang pengembangan sistem tanam klaster. Namun realisasinya masih terkendala investasi.

“Melalui sistem klaster petani singkong dapat panen sepanjang tahun dan meningkatkan produksi tepung olahan singkong dan turunkan impor gandum,” terangnya.

Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyebut Rumah Mocaf bisa menjadi contoh anak muda mulai melirik bisnis olahan pertanian. Menurutnya, sebuah keharusan dalam mengembangkan pangan berbahan singkong dengan menggandeng semua pihak dan ajak petani supaya lebih berdaya saing.

“Terpenting juga adalah kita semua harus bersinergi mengajari masyarakat sekitar bagaimana mulai berbisnis sehingga bisa ciptakan lapangan kerja bagi lapanagan usaha pertanian,” tuturnya.

Menurut Suwandi, Rumah Mocaf ini adalah bentuk nyata korporasi yang ingin dikembangkan di beberapa wilayah sehingga tidak hanya berpikir pada hulu saja namun sudah sampai dengan hilirisasi produknya. Jika sudah terbangun korporasi, maka petani naik kelas dari price taker menjadi price maker dengan membentuk korporasi.

“Apa yang sudah dicapai Rumah Mocaf ini sudah sejalan dengan arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo sebagai langkah dirversifikasi pangan lokal dengan menonjolkan produk umbi-umbian, menjalankan sistem korporasi serta yang bagusnya lagi sudah berorientasi ke ekspor. Semoga aka nada anak-anak muda seperti ini yang ikut membantu membangun pertanian kita,” cetusnya.(wst)