DEPOK (Independensi.com) – Polemik tentang usulan Pemerintah Kota Depok untuk menjadikan Kota Depok sebagai Kota Religius terus berlanjut. Setelah tahun 2019 tidak berhasil disahkan oleh DPRD Kota Depok, tahun 2020 Pemkot Depok kembali mengajukan Raperda tersebut ke DPRD.
Sorotan publik begitu deras tahun 2019 karena detail raperda itu memberi ruang bagi pemerintah menentukan urusan agama warganya, mulai dari menentukan definisi perbuatan yang dianggap tercela, praktik riba sampai aliran sesat dan perbuatan syirik.
Oparis Simanjuntak, anggota legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia menjelaskan “meski hanya satu kursi, PSI sejak awal sudah tegas menolak usulan Raperda Kota Religius Kota Depok. Kita kan satu Fraksi dengan PKB. Ada tiga kursi dari PKB dan PSI satu kursi.”
Mengenai penolakan Fraksi PKB-PSI terhadap Reperda itu, Oparis menjelaskan “awalnya PKB ingin memperjuangkan anggaran pesantren juga hendak memperjuangkan perda pesantren sebagai mandat terhadap konstituen mereka. Namun setelah diskusi panjang, kami akhirnya secara bulat menolak Raperda Kota Religius tersebut.”
Kesan bahwa Fraksi PKB-PSI ragu-ragu menolak Raperda tersebut ditampik oleh Oparis “Tidak benar itu, sebelum pembentukan Fraksi PKB-PSI sudah ada MoU antara kedua partai untuk menolak segala bentuk legislasi dan lebijakan yang bersifat diskriminatif. Jadi tidak ada keraguan sedikitpun dalam penolakan itu.”
Oparis menjelaskan bahwa dalam penolakan itu ada empat partai yang walkout “Ada empat partai yang walkout ketika pembahasan Raperda itu: PKB, PSI, PDIP dan Gerindra, karena itu sudak menjadi sikap dan keputusan partai masing-masing, Oparis menegaskan.