Ketua Umum Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MADN), Askiman (kanan) menyerahkan berbagai dokumen surat dokumen MHADN dan Dayak Internasional Organization (DIO), kepada Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Dr Alue Dohong di Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.

TNBBR Diiusulkan Diubah Jadi TN Puruk Mokorajak

Loading

PONTIANAK (Independensi.com) – Dayak International Organization (DIO) dan Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MADHN) mengusulkan perubahan nama Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR) menjadi Taman Nasional Puruk Mokorajak (TNPM) di perbatasan Kabupaten Katingan (Provinsi Kalimantan Tengah) dan Kabupaten Melawi (Provinsi Kalimantan Barat).

Kawasan TNPM merupakan jantung Borneo atau Heart of Borneo (HoB) mencakup kawasan pegunungan Schwaner membentang lurus dari Provinsi Kalimantan Tengah – Provinsi Kalimantan Barat dan pegunungan George Muller membentang lurus dari Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Barat.

Pada 12 Februari 2007, Indonesia, Brunei Darussalam dan Indonesia, mensepakati pengelolaan kawasan hutan berkesinambungan untuk menjadikan Borneo (Kalimantan) sebagai Jantung Borneo melalui kesepakatan Heart of Borneo (HoB) di Nusa Dua, Provinsi Bali, Indonesia.

Kawasan HoB mencapai 23 juta hektar dan sebanyak 16 juta hektar di antaranya di wilayah Indonesia, mencakup pengelolaan kawasan pegunungan George Muller dan pegunungan Schwaner.

“Kami menindaklanjuti aspirasi yang di kalangan masyarakat Suku Dayak Uud Danum yang bermukim wilayah itu,” kata Dr Yulius Yohanes, M.Si, Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO), Minggu, 2 Agutus 2020.

Pengusulan perubahan nama TNBBR jadi TNPM, menurut Yulius Yohanes, disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya dan diterima langsung Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, ketika menerima delegasi DIO dan MHADN, di Jakarta, Kamis 16 Juli 2020.

Dijelaskan Yulius Yohanes, surat pengusulan perubahan nama Nomor: 19/VII/2020 dan Nomor 15/VII/MHADN/2020, tanggal 15 Mei 2020, tentang Usulan Perubahan Nama Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Jadi Taman Nasional Puruk Mokorajak.

Surat pengusulan perubahan nama TNBBR jadi TNPM, yaitu Ketua Umum MHADN Askiman (Wakil Bupati Sintang), Sekretaris Jenderal MHADN Salfius Seko, Sekretaris Jenderal DIO Yulius Yohanes dan Koordinator Penghubung DIO Provinsi Kalimantan Tengah, Dagut Herman Djunas.

Dasar pengusulan perubahan nama Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka menjadi Taman Nasional Puruk Mokorajak, sebagai berikut.

Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 4 Tahun 1967, tentang toponimy atau pembakuan nama rupabumi.

“Dimana menegaskan, penamaan wilayah atau fasilitas umum bentukan manusia harus berdasarkan kebudayaan setempat (bahasa daerah setempat), Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) Nomor 113 Tahun 2006,” ujar Yulius Yohanes.

Kemudian, ditindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 900/1178/PUM, tanggal 5 April 2013, Surat Gubernur Kalimantan Barat Nomor 125.1/0129/Pem-C, tanggal 17 Januari 2012 dan Nomor 125.1/1196/Pem-C, tanggal 19 April 2013.

Dimana isinya menginstruksikan kepada Bupati dan Wali Kota di Provinsi Kalimantan Barat, untuk mendukung pendanaan kegiatan pembakuan nama rupabumi.

“Nama Bukit Baka Bukit Raya yang sekarang menjadi Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, tidak dikenal di dalam bahasa daerah masyarakat setempat, terutama tidak dikenal di kalangan Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Uud Danum dan Suku Dayak Ngaju yang bermukim di sekitar wilayah tersebut,” ungkap Yulius Yohanes.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, didasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 281/Kpts-II/1992, tanggal 26 Februari 1992 seluas 181.090 hektare, diambil dari nama dua bukit yang berhadap-hadapan, tapi artinya sama, yaitu besar.

Di wilayah pemukiman Suku Dayak Uud Danum dan Suku Dayak Ngaju dinamakan Puruk Mokorajak. Puruk artinya bukit. Mokorajak artinya besar. Di wilayah pemukiman Suku Dayak Limei (stramras Dayak Uud Danum) disebut Puruk Bahkah.

“Bahkah, artinya besar. Dengan demikian, nama Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, diusulkan sesuai dengan sebutan masyarakat setempat demi terwujudnya identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional,yaitu menjadi Taman Nasional Puruk Mokorajak,” ungkap Yulius Yohanes.

Prinsip dasar dari pembakuan nama rupabumi, bukan menghilangkan fakta sejarah, tapi melengkapi fakta sejarah di wilayah itu. Kesalahan penulisan dan atau penyebutan nama wilayah, berpotensi sebagai bentuk pelecehan terhadap identitas masyarakat setempat.

“Ini pula berimplikasi terhambatnya integrasi identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional, sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan,” ujar Yulius Yohanes.

Bahwa perubahan nama taman nasional, bukan hal baru, mengingat tahun 1996 dilakukan perubahan nama Taman Nasional Bentuang Karimun di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat menjadi Taman Nasional Betung Kerihun (sesuai sebutan masyarakat lokal, Suku Dayak Tamambaloh, diambil dari nama Bukit Betung dan Bukit Kerihun).

“Sebagai bahan pertimbangan Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, kami lampirkan rekomendasi Seminar Nasional: “Hutan Adat, Tanah Adat dan Identitas Lokal dalam Integrasi Nasional”, diselenggarakan Panitia Gawai Dayak Provinsi Kalimantan Barat ke-XXXII Tahun 2017, di Pontianak, Senin, 22 Mei 2017. Dimana direkomendasikan perubahan nama TNBBR jadi TNPM,” ungkap Yulius Yohanes. (Aju)