JAKARTA (Independensi.com)
Kabar adanya perombakan di kalangan elit kejaksaan terutama untuk jabatan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intelijen) akhirnya terjawab setelah Jaksa Agung ST Burhanuddin membenarkan adanya mutasi dan rotasi jabatan beberapa pejabat eselon I di lingkungan Kejaksaan Agung
Jaksa Agung menjelaskan mutasi dan rotasi beberapa pejabat eselon I termasuk JAM Intelijen dan satu Staf Ahli Jaksa Agung berdasarkan surat keputusan Presiden 134/TPA Tahun 2020 tanggal 30 Juli 2020 tentang Pengangkatan dari dan dalam jabatan pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Kejaksaan Agung.
Hanya saja Jaksa Agung melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (5/8) menegaskan mutasi dan rotasi tersebut tidak ada kaitannya dengan penanganan kasus, perkara atau hal lainnya.
“Karena mutasi atau rotasi jabatan di lingkungan Kejaksaan adalah hal yang biasa sesuai dengan kebutuhan organisasi dan dalam rangka kepentingan organisasi dan penyegaran personil,” tuturnya.
Ditambahkannya mutasi atau rotasi di eselon I sudah melalui proses mekanisme yang cukup lama dan baru pada akhir bulan Juli 2020 diputuskan Tim Penilai Akhir (TPA) Eselon I (satu), sehingga kemudian diterbitkan Keppres. “Untuk waktu pelantikan akan ditentukan lebih lanjut,” tuturnya.
Sementara dalam Keppres Nomor 134/TPA Tahun 2020 tanggal 30 Juli 2020 mengangkat Amir Yanto yang kini Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dmenjadi JAM Pengawasan menggantikan pejabat lama Muhammad Yusni yang pensiun.
Kemudian Sunarta yang semula menjabat JAM Pidum diangkat sebagai JAM Intelijen menggantikan Jan Samuel Maringka yang dirotasi menjadi Staf Ahli Jaksa Agung bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Jan Maringka yang di Staf Ahlikan menggantikan posisi Fadil Zumhana yang justru mendapatkan promosi atau diangkat menjadi JAM Pidum menggantikan Sunarta.
Sementara itu isu bakal ada perombakan di kalangan elit kejaksaan sudah mencuat sejak maraknya pemberitaan bebas keluar masuknya buronan Djoko Soegiarto Tjandra ke Indonesia.
Belakangan ditambah kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari yang sembilan kali keluar negeri tanpa izin dari pimpinan Kejaksaan dan diduga bertemu Djoko Tjandra.
Terkait bebas keluar masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia, Jaksa Agung Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Senin (29/6) mengakui ada kelemahan dipihaknya terutama di bidang Intelijen.
Dia juga sakit hati mendapat informasi Djoko Tjandra sempat berada di Indonesia selama tiga bulan dengan kegiatan antara lain mendaftarkan sendiri permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
.
“Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini, ini baru sekarang terbukanya. Saya sudah perintahkan Jamintel saya minta ini bisa tidak terjadi lagi,” ujar Burhanuddin.(muj)