Menyikapi Pilkada 2020 Pimpinan DPD dan Komite I DPD RI Tak Kompak

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamuddin menyatakan, secara kelembagaan DPD RI mendukung Pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Hal tersebut disampaikan Sultan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (28/8/2020).

“Secara kelembagaan sudah diputuskan bahwa yang terbaik menurut pemerintah jalan, kita mengawasi,” kata Sultan.

Sultan menegaskan, DPD RI tidak pernah mendorong pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.

“Tidak, jadi secara institusi kita sudah pernah putuskan, setelah berkonsultasi dengan Kemendagri, diskusi juga dengan Mendagri Pak Tito (Karnavian -red), kami menyadari, kami juga dalam rapat konsultasi dengan presiden kami pertanyakan itu,” jelasnya.

Sultan menghimbau agar peran dan porsi pengawasan DPD RI terhadap Pilkada serentak nanti diperkuat.

“Jadi dengan alasan dan argumentasi yang rasional logis, pimpinan DPD secara kelembagaan bisa mengerti, tapi kami minta porsi pengawasannya betul-betul kami diperkuat betul,” tukasnya.

Namun, Sultan mengaku, pimpinan DPD RI tak dapat mengatur komite-komite di DPD RI untuk satu suara menyetujui keputusan pemerintah tersebut.

Tapi kami tidak bisa juga menyetop komite-komite yang memang meng-update terus. Sebagai bentuk pengawasan itu yang disampaikan kemarin oleh teman-teman Komite I.

Sultan pun memahami, apabila Komite I memang sejak awal bersikap keras menentang penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020.

“Karena memang dari awal aspirasi yang muncul dari daerah begitu banyak. Termasuk update terakhir ada beberapa kepada daerah yang meninggal, calon kepala daerah juga yang meninggal karena Covid-19,” ungkapnya.

Sultan menilai, hal tersebut merupakan hal yang wajar sebagai bentuk konkret dari pengawasan DPD RI.

“Nah update-nya kan karena kondisi ini berjalan terus, oleh komite terus update ada lagi terjadi klaster baru, nah itu kami persilahkan supaya juga eksekutif dalam hal ini penyelenggara, KPU, Bawaslu, dan lain-lain juga bisa melihat fakta di lapangan memang ada perkembangan terus yang selalu harus disikapi,” paparnya.

Sultan pun berpendapat, kalau kondisi Covid-19 ini tidak bisa terkendali maka sebaiknya Pilkada serentak ditunda terlebih dahulu.

“Jawabannya kan memang sudah dipersiapkan di Perppu Covid-19 oleh pemerintah kalau memang Desember ada masalah lari ke pasal selanjutnya bisa dimundurkan lagi hingga tahun depan. Hanya saja teman-teman berpandangan mengapa tidak diantisipasi dari awal karena dana yang keluar akan terus mengalir,” pungkas senator asal Dapil Bengkulu ini.
Sebelumnya, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Fachrul Razi dengan tegas menolak penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.

Ada beberapa alasan penolakan Komite I DPD RI terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 pada 9 Desember mendatang.

Pertama, pandemi Covid-19 cenderung meningkat dari bulan ke bulan. Berdasarkan data resmi Pemerintah (www.data.covid19.co.id), Peta Epidemilogi (zonasi COVID-19 di Indonesia) per 17 Agustus menunjukkan peningkatan daerah yang berisiko tinggi terhadap penularan yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku.

Selama periode 1 Agustus-21 Agustus 2020 penambahan kasus positif Covid-19 rata-rata per hari 1.956 kasus dan meningkat 271 kasus dibandingkan pada bulan Juli dengan penambahan rata-rata 1.685 kasus.

Kedua, daerah kewalahan dalam menangani Covid-19, sementara anggaran pilkada sangat memberatkan dan sangat besar yaitu Rp9,9 triliun (NPHD) dan penambahan anggaran Pilkada dengan protokol Covid-19 sebesar Rp4.768 triliun.

Ketiga, kesehatan masyarakat lebih utama. Banyak penyelenggara yang sudah terpapar Covid-19 dan akan ada 105 juta pemilih yang akan terdampak.

Keempat, Pilkada serentak pada Desember 2020 memberikan kesempatan besar bagi petahana untuk terpilih kembali dengan kendali dan anggaran yang masih dapat dimanfaatkan oleh petanaha, apalagi data terakhir menunjukkan ada 21 daerah yang akan melawan kontak kosong dan ada kemungkinan terus bertambah.

Pilkada Serentak Desember 2020 juga cederung melanggengkan dinasti politik, belum ada jaminan dari pemerintah, angka penularan Covid-19 di daerah menjadi berkurang.

Jangan sampai Pilkada Desember 2020 ini lebih menguntungkan 270 orang yang maju dalam kontestasi Pilkada dibandingkan dengan nilai manfaat bagi 105 juta lebih pemilih.

Kelima, UU No.2/2020 sebenarnya memberikan ruang bagi pemerintah dan penyelenggara untuk menunda Pilkada pada 2021, akan tetapi ruang ini tidak dimanfaatkan dan dipertimbangkan dengan baik-baik. (Daniel)