JAKARTA (Independensi.com) – Ketua Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM), David, melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani ke Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia (Bareskrim Polri) di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat petang, 4 September 2020.
Pelapor menamakan Provinsi Daerah Istimewa Pancasila (PDIP), dengan menggiring Puan Maharani, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP), melanggar Pasal 310, 311, 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 14,15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 1946.
Puan Maharani, mengundang kemarahan masyarakat Suku Minang dari Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), dalam pengumuman Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumatera Barat di Jakarta, Rabu, 2 September 2020, mengatakan, “Semoga Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila, bismillahirrohmanirrohim. Merdeka.”
Karena diprotes meluas, akhirnya figur yang diusung PDIP, yaitu dari kader Partai Demokrat Mulyadi, sebagai calon gubernur Sumatera Barat, berpasangan dengan Ali Mukhni (Bupati Padang Pariaman), mengembalikan berkas surat rekomdasi dukungan. Mulyadi dan Ali Mukhni, tetap mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat, tanpa dilengkapi dukungan PDIP.
Bagi pihak yang paham akan situasi politik berkebudayaan di Provinsi Sumatera Barat, maka pernyataan Puan Maharani, mengungkap permasalahan radikalisme yang tumbuh dan berkembang dalam 10 tahun terakhir di era kepemimpinan Gubernur Irwan Prayitno, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Tindakan Diskriminasi
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ade Armando (warga Minang, sebutan bagi masyarakat asal Provinsi Sumatera Utara), mengakui, radikalisme agama tumbuh subur di Provinsi Sumatera Barat, sehingga terjadi tindakan diskriminasi terhadap warga non Islam.
The Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) atau The Institut Analisis Kebijakan Konflik, Sydney Jone, mengakui, sel-sel The Islamic of Iraq and Syria (ISIS) tumbuh marak di Provinsi Sumatera Barat.
Ada teroris yang sudah ditangkap di Sumatera Barat. Kemudian, ada pula teroris asal Provinsi Sumatera Barat ditangkap di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Ade Armando, Minggu, 6 September 2020, mengatakan, “Warga Sumatra Barat jangan marah dengan harapan Puan Maharani, agar provinsi tersebut mendukung Pancasila.
Puan Maharani, sekadar menyampaikan keprihatinan yang selama ini banyak dirasakan banyak orang di luar Sumbar.”
Karena menurut Ade Armando, sebagian orang Sumbar dan orang Minang sendiri banyak yang merasa ada yang salah dengan provinsinya saat ini.
Sumatera Barat, menurut Ade Armando, adalah provinsi yang kental dengan praktek diskirminasi terhadap nonmuslim, terutama terhadap umat Katolik/Kristen.
Banyak pemuka agama dan adat di provinsi tersebut berdalih bahwa mereka sekadar menegakkan prinsip: adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Yang artinya masyarakat di sana menegakkan adat yang bersendikan syariah yang berlandaskan Al Quran.
Ini jelas mengherankan karena mereka seolah menyatakan bahwa Al Quran mengajarkan umat Islam untuk memusuhi dan menindas hak umat Kristen untuk beribadat. Dengan landasan picik semacam itulah, pelarangan demi pelarangan pun dilakukan.
“Beberapa bulan yang lalu, Gubernur Sumatra Barat melarang aplikasi injil berbahasa Minang. Menurut Gubernur Irwan Prayitno, dia melakukannya karena desakan para pemuka Islam di sana. Itu maksudnya apa? Kalau orang-orang Sumatra Barat memang Pancasilais, mereka pasti akan gembira menyaksikan umat Kristen di sana memiliki Injil berbahasa Minang.”
Para pemuka adat (disebut Ninik Mamak) di Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, pada 20 Desember 2005 menyatakan bahwa kegiatan perayaan dan peribadatan non muslim dilarang dilakukan di daerah itu karena bertentangan dengan adat Minangkabau.
Pada 23 Desember 2005, lahir Surat pernyataan Bersama Ormas Islam, Pemuda Islam, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Tokoh Masyarakat Kecamatan Kamang Baru. Surat ditandatangani Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Forum Khuwah Pemuda Islam, Komite Nasional Pemuda Indonesia, dan lain-lain.
Melalui surat itu, mereka menyatakan penolakan terhadap segala bentuk kegiatan ibadat umat Kristen, termasuk kebaktian mingguan dan peringatan hari natal. Tapi bukan itu saja.
Mereka juga menolak jual beli tanah dengan umat Kristen. Menolak pemakaman non muslim. Pernyataan-pernyataan itu kemudian benar-benar dijalankan oleh Pemerintah Nagari di sana.
“Yang saya kutip ini memang hanya berasal dari satu Kecamatan. Tapi bahwa ketetapan tersebut masih digunakan sampai saat ini – 15 tahun setelah dikeluarkan – untuk melarang umat Kristen beribadat, membeli tanah dan dimakamkan di wilayah tersebut sudah menunjukkan betapa Pemerintah Daerah membiarkan penindasan ini terjadi.”
“Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah sangat mungkin pola serupa terjadi di banyak daerah lain di Sumatra Barat,” ujar Ade Armando.
Karena itulah kita mungkin sering mendengar adanya kabar pelarangan ibadah, pelarangan Natal, pelarangan pembangunan gereja, atau bahkan sekadar pelarangan renovasi gereja di Sumatra Barat.
Mereka sangat percaya tanah Sumatra Barat itu hanya diperuntukkan bagi umat islam. Hak-hak kaum non-muslim dengan gampang ditiadakan. Ini jelas-jelas anti Pancasila.
Peringatan Puan Maharani, menurut Ade Armando, adalah momentum bagi warga Sumatra barat untuk introspeksi diri. Seperti saya katakan, Puan hanya menyampaikan keprihatinan banyak orang.
“Banyak orang prihatin bahwa Sumatra Barat yang dulu dikenal sebagai pusat kaum intelektual yang berpikiran terbuka, pluralis, demokratis, sekarang seperti berjalan mundur ke abad kegelapan,” ungkap Ade Arman.
Jaringan ISIS
The Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) atau The Institut Analisis Kebijakan Konflik, memperingatkan Pemerintah Republik Indonesia, untuk mewaspadai jaringan The Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) yang memiliki hubungan dengan jaringan teroris Afganistan di wilayah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Hal itu terungkap dalam rilis IPAC berjudul: “Learning from Extremists in West Sumatra” atau “Belajar dari Ekstremis di Sumatra Barat”, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2020.
Pemerintah Republik Indonesia, mesti memahami atau mewaspadai, bagaimana kelompok studi lingkungan di Indonesia berubah menjadi sel pro-ISIS dengan tautan ke Afghanistan dapat menawarkan petunjuk tentang strategi yang efektif untuk melawan ekstremisme.
Direktur IPAC, Sydney Jones, menyebutkan, pihaknya telah meneliti bagaimana dua kelompok di kota Padang dan Bukittinggi memperluas jaringan mereka selama satu dekade melalui jaringan perdagangan dan migrasi, paparan langsung ke ulama radikal, dan proses melarikan diri ke daerah baru untuk menghindari polisi.
“Studi di Sumatera Barat mempertanyakan kebijaksanaan pendekatan Pemerintah Indonesia dalam memperlakukan radikalisme sebagai masalah kurangnya nasionalisme, dapat disembuhkan dengan indoktrinasi dalam ideologi negara, Pancasila,” kata Sidney Jones, Direktur IPAC.
“Masalahnya di sini lebih konkret: sebuah masjid yang menjadi tempat diskusi ekstrimis selama lebih dari satu dekade tanpa perhatian dari otoritas lokal dan orang-orang yang dideportasi dari Turki yang kembali ke rumah tanpa pengawasan yang memadai.”
Laporan ini melacak bagaimana kedua kelompok berevolusi secara berbeda dari asal yang sama. Keduanya bermula sebagai cabang dari kelompok advokasi pro-syari’ah, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
Keduanya, menurut Sydney Jones, memiliki anggota yang pindah ke Jakarta untuk melakukan bisnis di pasar kain terbesar di Asia Tenggara di Tanah Abang, Jakarta, di mana mereka berhubungan dengan ulama terkemuka hari itu dan mengundang mereka kembali ke Sumatra.
Namun, para pemimpin individu mengarahkan kelompok-kelompok itu ke arah yang berbeda, dan perselisihan sering terjadi, yang mengakibatkan keretakan. Kelompok Padang ingin melakukan serangan, kelompok Bukittnggi kurang tertarik pada kekerasan di rumah.
Seorang pria di Bukittinggi memiliki kontak di al-Qaeda, jadi meskipun anggota ingin bergabung dengan ISIS, mereka menemukan diri mereka di Idlib, Suriah dengan Front al-Nusra. Seorang lelaki Padang pada tahun 2017 menjadi penghubung ISIS di Khorasan, “provinsi” ISIS di Afghanistan, mendorong orang Indonesia lainnya untuk bergabung dengannya.
Orang yang dideportasi memainkan peran utama dalam cerita ini. Sebuah rumah perlindungan di Turki untuk orang Indonesia yang menunggu untuk menyeberang ke Suriah menjadi simpul penting yang menghubungkan Sumatra Barat ke lingkaran yang lebih luas dari para ekstremis.
“Program rehabilitasi, reintegrasi dan pemantauan yang efektif untuk orang yang dideportasi, sekarang berjumlah lebih dari 550, masih kurang di Indonesia,” kata Jones.
“Mengetahui bagaimana orang-orang yang dideportasi telah bernasib kurang baik, bahkan beberapa tahun setelah kepulangan, mereka dapat membantu dalam pengembangan program-program untuk para migran yang kembali di masa depan,” tambah Sydney Jones.
Tiga Teroris Sumbar ditangkap
Rilis dari IPAC di Jakarta, menguatkan fakta tindakan kepolisian sebelumnya. N (39 tahun), seorang teroris jaringan ISIS, ditangkap di Padang, Kamis, 18 Juli 2019. Pria berprofesi penjual garam, dikenal keluarga sebagai penjual garam ini rupanya juga memiliki koneksi ke jaringan teroris di luar negeri.
N merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daullah (JAD) sebagai sel ISIS. N terkoneksi dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur ( MIT), JAD Lampung, JAD Sibolga, dan JAD Bekasi. Sementara, koneksinya di luar negeri juga sampai ke Suriah dan Afghanistan. Setelah diperiksa intensif, N memiliki jaringan ke salah seorang warga negara Indonesia yang sudah bergabung ke ISIS berinisial S alias Daniel alias Chaniago.
S merupakan otak atau mastermind sejumlah aksi teror di Indonesia diduga berada di Khurasan Afghanistan. Oleh Polri sendiri, S sudah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak lama.
Sebelum ditangkap, N telah merencanakan serangan ke aparat kepolisian di Padang, Sumatera Barat.
Serangan dengan menggunakan bom itu direncanakan dilakukan tepat pada hari peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2019. Persiapan N sudah cukup matang. N sudah memetakan kondisi di beberapa kantor polisi di Padang.
Polisi Daerah Sumatera Barat sudah disurvei, Polresta Padang. Merencanakan jenis bom yang sedang dirakit untuk diledakkan. Sasarannya pada upacara 17 Agustus 2019.
Polisi menyita barang bukti dari tersangka teroris berinisial N, yaitu sekitar 28 barang bukti, terdiri dari laptop, tujuh telepon genggam, enam sim card, beberapa dokumen pribadi, buku jihad, uang tunai Rp1,5 juta, beberapa buku tabungan, beberapa gulung kawat, dan sebagainya.
Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Anti Teror Kepolisian RI menangkap terduga teroris di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Jumat, 5 Agustus 2020. Penangkapan dilakukan di beberapa tempat dan berhasil mengamankan enam terduga teroris.
Dari enam terduga teroris tersebut, dua diantaranya berasal dari Padang, yakni inisial ES, dan TS. (Aju)