Ilustrasi

Gatot Nurmantyo Hanya Jadi Pengasong Khilafah

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (60 tahun), membonceng gerakan oposisi dari Islamis (Wahabi dan mantan Hizbut Tahrir Indonesia) dalam melakukan manuver anti pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan meniupkan isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjelang 30 September 2020.

Gatot Nurmantyo telah menempatkan dirinya tidak lebih dari hanya bisa jadi pengasong khilafah, dengan sikap penuh percaya diri, menebar teror ketakutan bahwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 di Jakarta, berupa penculikan dan pembunuh 7 jenderal senior Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) sebagai bukti pemberontakan PKI. Atas dasar itu, kata Gatot Nurmantyo, kebangkitan PKI harus diwaspadai.

Perangainya sebagai pengasong khilafah, membuat Gatot Nurmantyo, tidak akan bisa secara maksimal menarik simpati masyarakat pemilih di dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden pada tahun 2024 mendatang.

Untuk mencermati manuver Gatot Nurmantyo, mesti dipahami terlebih dahulu posisi partai politik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (20 Agustus 2014 – 20 Agustus 2024).

Dari sini, bisa dilihat bagaimana demi kepentingan pragmatis, Gatot Nurmantyo bergabung dengan barisan kelompok sakit hati, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dideklarasikan di Menteng, Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2020. Di dalam tubuh KAMI, ada kelompok Wahabi dan mantan HTI yang memang anti Joko Widodo.

Manuver Gatot Nurmantyo yang menjadi Panglima TNI, periode 8 Juli 2015 – 8 Desember 2017, tidak lebih dari bentuk mengkhianatan terhadap sumber pembentukan karakter dan jatidiri Bangsa Indonesia, yaitu kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia yang melahirkan ideologi Pancasila, dengan hormat dan patuh terhadap keberagaman, kebhinekaan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Karena Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan H Purwanto di Jakarta, Kamis, 24 September 2020, sudah menyatakan sejauh ini belum ada gerakan yang hendak menghidupkan PKI.

“Kita masih on the track. Kita tetap pegang teguh Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI,” kata Wawan Purwanto.

Wawan Purwanto membantah isu kebangkitan PKI didengungkan Gatot Nurmanto, di Jakarta, Rabu, 23 September 20208. Gatot mengklaim kebangkitan PKI sudah mulai dirasakan sejak tahun 2008.

Pernyataan Gatot Nurmantyo di Jakarta, Rabu, 23 September 2020, seakan menggarisbawahi pernyataan Amien Rais di sela-sela diskusi ‘Bandung Informal Meeting’ di Hotel Savoy Homan Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Minggu, 18 Maret 2018, bahwa kebangkitan PKI semakin dirasakan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Partai Oposisi

Joko Widodo sebagai salah satu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dalam pemerintahan Joko Widodo, ada tiga partai politik yang berada di luar pemerintahan sebagai opososi.

Pada periode pertama (20 Agustus 2014 – 20 Agustus 2019), tiga partai politik oposisi, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrat (PD).

Para periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, tiga partai opsisi, yaitu PKS, PD dan Partai Amanat Nasional (PAN). Jadi periode pertama (20 Agustus 2014 – 20 Agustus 2019), PAN dalam masuk di dalam pemerintahan, tapi periode kedua (20 Agustus 2019 – 20 Agustus 2024) berada di luar pemerintahan.

Sementara pada pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua (20 Agustus 2019 – 20 Agustus 2024), Partai Gerindra bergabung dalam pemerintahan.

PKS dan PD, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (20 Agustus 2014 – 20 Agustus 2024), tetap konsisten sebagai oposisi.

Partai politik yang tetap setia di dalam koalisi bersama PDIP di Pemerintahan Presiden Joko Widodo, adalah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Namun di dalam tubuh PAN cenderung kembali bersahabat dengan Presiden Joko Widodo pada periode kedua (20 Agustus 2019 – 20 Agustus 2024), setelah di dalam struktur kepengurusan partai yang baru tahun 2020, berhasil menggusur tokoh tua bergaya sengkuni dan anti Joko Widodo, yaitu Amien Rais.

PD, terlihat tahu diri selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, karena sebelumnya, 20 Agustus 2004 – 20 Agustus 2014, menempatkan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia.

Karakter dan Jatidiri

Hiruk-pikuk politik selama Joko Widodo menjadi Presiden, terutama isu kebangkitan PKI sebagaimana ikut didengungkan Gatot Nurmantyo, sebetulnya bentuk kemarahan kelompok Wahabi dan mantan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap gerakan kembali kepada karakter dan jadiri Bangsa Indonesia.

Gerakan kembali kepada karakter dan jatidiri Bangsa Indonesia, dengan mencintai dan merawat kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia, di dalam pengamalan ideologi Pancasila.

Ideologi Pancasila dilahirkan dari kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia. Jadi dengan mencintai, merawat dan melestarikan kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia, wujud nyata di dalam mengamalkan ideologi Pancasia.

Ada enam langkah dan putusan strategis dilakukan Pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo, untuk kembali kepada karakter dan jatidiri Bangsa Indonesia.

Pertama, terbitnya Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, tanggal 1 Juni 2016, Pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus sebagai Hari Libur Nasional.

Kedua, hasil seminar diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Selasa, 4 April 2017, dengan menegaskan, pembangunan di Indonesia di masa mendatang harus melewati akselerasi kapitalisasi modernisasi kebudayaan di dalam pembangunan nasional, mengingat hal yang sama menjadi kunci utama suksesnya pembangunan ekonomi dan teknologi inovasi di China, Jepang dan Korea Selatan.

Ketiga, pada Kamis, 27 April 2017, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan undang-undang pemajuan kebudayaan yang kemudian dikenal dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tanggal 24 Mei 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan.

Keempat, Presiden Joko Wododo, menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, tanggal 17 Juli 2017, tentang pembubaran organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena secara terbuka ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi paham Ajaran Islam garis keras, yaitu khilafah.

Kelima, terbit putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 97-PUU-XIV/2016, tanggal 7 November 2017, tentang pengakuan Aliran Kepercayaan, dimaknai pula sebagai peneguhan dan pengakuan keberadaan religi (agama) asli berbagai suku bangsa di Indoensia.

Bagi masyarakat di Indonesia, melalui gerakan kembali kepada karakter dan jatidiri bangsa, harus dipisahkan dalam konteks yang berbeda, antara agama sebagai sumber keyakinan iman, dan sistem religi sebuah suku bangsa sebagai filosofi etika berperilaku.

Keenam, Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo, menerima naskah kajian akademik strategi pembangunan pemajuan kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Jakarta, Minggu, 9 Desember 2018.

Keenam langkah dan putusan strategis dimaksudkan di atas, memperkukuh eksistensi ideologi Pancasila. Kemudian, memperteguh sejarah lahirnya ideologi Pancasila sebagai produk kebudayaan asli berbagai suku Bangsa di Indonesia.

Karena jantung peradaban kebudayaan berbagai suku bangsa di dunia, termasuk di Indonesia, ada pada sistem religinya yang bersumber doktrin legenda suci, mitos suci, adat istiadat dan hukum adat, di mana dalam aplikasinya, kaya akan substansi keharmonisan, perdamaian, cinta kasih, menghargai kemanusiaan, keberagaman, keseimbangan hidup dengan alam, mengutamakan kearifan, kebijaksanaan, toleransi dan sejenisnya.

Karena ideologi Pancasila dilahirkan dari kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia. Dengan demikian, dengan menghargai dan merawat kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia, sebagai salah satu wujud nyata pengamalan ideologi Pancasila.

Rekening Gendut

Pasca penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, hiruk-pikuk politik memang terus terjadi. Faktanya pula di lapangan dengan mudah dilihat, kelompok anti Pemerintahan Presiden Joko Widodo, adalah kaum Wahabi dan mantan anggota HTI, dengan seakan-akan mendukung Pancasila dengan meniupkan isu kebangkitan PKI.

Gerakan kaum islamis kemudian seakan berkolaborasi dengan implikasi terhadap berbagai pihak yang menjadi objek penertiban aset-aset milik koruptor di luar negeri dilakukan Presiden Joko Widodo

Di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, 4 Desember 2018, Presiden Joko Widodo, mengakui, sudah menandatangani “Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Swiss” sudah masuk babak akhir.

Langkah itu, bagi Presiden Joko Widodo dijadikan platform hukum untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundering yang disembunyikan di luar negeri. Di Swiss, uang para koruptor warga negara Indonesia yang segera disita mencapai tujuh ribu triliun rupiah sebagaimana dikutip Tirto.di, Selasa, 18 Desember 2018.

Menurut Tirto.id, Selasa, 18 Desember 2018, uang tujuh ribu triliun rupiah, tersimpan di Bank Swiss yang segara disita Pemerintah Indonesia, atas nama 84 warga negara Indonesia. Dari rekening gendut 48 warga negara Indonesia, itu, banyak kalangan kemudian di antaranya menyebut nama Keluarga Besar Presiden Soeharto (1 Juli 1967 – 21 Mei 1998).

Posisi PKS

Ade Armando, staf pengajar Universitas Indonesia, Jakarta, Rabu, 17 September 2020, mengatakan, kelompok Wahabi dan HTI di Indonesia yang selalu memusuhi Presiden Joko Widodo dengan memfitnah melakukan pembiaran terhadap PKI gaya baru, memang patut diduga sebagai massa pendukung PKS.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Almuzammil Yusuf, Senin, 14 September 2020, secara terbuka menyebar fitnah terhadap Universitas Indonesia, mengajarkan seks bebas di kalangan mahasiswa dan mahasiswi baru.

Universitas Indonesia, kemudian melaporkankan Almuzammil Yusuf ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia di Jakarta, Senin, 21 September 2020.

Tudingan tidak berdasar dilancarkan PKS, menurut Ade Armando, karena Rektor Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncuro, membersihkan cengkeraman PKS di lingkungan internal.

Kegiatan penerimaan Mahasiswa Baru (MABA) yang selama ini ditangani Badan Eksekutif Mahasiswa yang dikuasai kader-kader Tarbiyah yang berada dalam jaringan PKS diambil-alih dan ditangani langsung Direktorat Kemahasiswaan Universitas Indonesia.

Padahal acara penerimaan MABA selama ini telah menjadi tahap awal yang menentukan dalam kaderisasi mahasiswa untuk direkrut oleh Tarbiyah sebagai perpanjangan tangan PKS dengan pendukung tradisionalnya yaitu Wahabi dan eks massa HTI.

Menurut Ade Armando, kaum Tarbiyah yang selama ini berada di posisi-posisi kunci Universitas juga sudah disingkirkan. Bahkan masjid dan musholla pun sekarang diawasi, agar tidak menjadi tempat pembibitan kader-kader pejuang syariahd an khilafah.

“Karena itulah pimpinan PKS menyebar fitnah bahwa Universitas Indonesia sekarang menjadi sarang liberal yang akan menghancurkan Islam, antara lain dengan mengajarkan pendidikan seks bebas bagi mahasiswa baru,” kata Armando.

Gerakan Sistematis

Menurut Ade Armando, tanpa disadari, ada upaya sistematis dan terencana untuk menguasai perguruan tinggi negeri di Indonesia oleh gerakan yang bisa disebut sebagai Islamis.

Cita-cita mereka adalah menjadikan Indonesia sebagai Daulah Islamiyah, atau negara islam yang menjalankan hukum sebagaimana tertulis dalam Al Quran dan Hadits/Sunnah (ucapan atau perbuatan Nabi Muhammad). “Aktor utamanya adalah PKS,” ujar Ade Armando.

 

Gerakan ini sudah bekerja lebih dari 20 tahun. Dan kini mereka sudah berhasil menancapkan kekuatan yang dalam di berbagai perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia, termasuk Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (Unbraw), Universitas Islam Negeri (UIN) dan seterusnya.

“Itu adalah hasil survei bersama SETARA Institut pada di 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka, yang dipresentasikan 31 Mei 2020 di Jakarta. Saya sendiri mempresentasikan hasil penelitian saya di Universitas Indonesia. Hasil penelitian di 10 kota itu menunjukkan betapa sistematis dan terencananya kerja PKS di PTN-PTN Indonesia,” kata Ade Armando.

Menurut Ade Armando, secara perlahan, PKS berhasil menguasai Badan Eksekutif Mahasiswa, masjid-masjid, musholla, jajaran dosen muda, dan bahkan pejabat birokrasi kampus, seperti Dekan, Wakil Dekan, pimpinan lembaga atau bahkan asrama mahasiswa.

Mereka sadar bahwa PTN memiliki fungsi strategis, karena akan melahirkan lulusan yang akan menempati posisi penting dalam lembaga-lembaga strategis di Indonesia.

Melalui penguasaan lembaga-lembaga dan jabatan-jabatan strategis itulah, kaum Islamis mengarahkan para mahasiswa untuk percaya bahwa membangun negara Islam yang tunduk pada Syariah adalah kewajiban.

Mereka mencuci otak para mahasiswa bahwa Islam di bawah ancaman kaum kafir, Kristen, Yahudi, liberal, sekuler, Barat, Tionghoa.

Mereka mencuci otak para mahasiswa untuk memperkuat persatuan persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) melawan kaum non-muslim.

“Saya Muslim. Saya percaya Islam membawa ajaran kebaikan. Masalah dengan kaum islamis adalah mereka begitu saja percaya bahwa ajaran Islam harus diterapkan persis sebagaimana tertera dalam Al Quran dan kitab-kitab hadits,” ungkap Ade Armando.

Tanpa ada penafsiran ulang, Al Quran dan hadits memang diisi oleh banyak ajaran yang menyerukan peperangan terhadap kaum kafir dan non-muslim.

Ayat-ayat atau hadits itu seharusnya dipahami sesuai konteksnya. Ayat yang menyatakan umat Islam tidak boleh bersekutu dengan non-muslim contohnya, adalah ayat yang turun tatkala umat Islam sedang menghadapi ancaman non-muslim di periode tertentu dalam sejarah Nabi.

“Di periode lain, turun ayat yang menyerukan semangat persaudaraan dengan umat Kristen…,” ungkap Ade Armando.

Ade Armando mengatakan, kaum Islamis percaya bahwa Tuhan sudah menurunkan aturan hukum untuk ditegakkan di dunia. Mereka percaya adalah kewajiban mereka untuk menegakkan hukum Islam di dunia dan untuk itu mereka harus merebut kekuasaan.

Tidak dengan cara perang, tapi dengan cara menguasai alam pikiran. Karena itulah mereka berusaha menguasai perguruan tinggi negeri.

Pemerintah Presiden Joko Widodo, menurut Ade Armando, harus sadar bahwa gerakan Islamis ini adalah salah satu ancaman NKRI terbesar lima tahun ke depan.

Dan ini bukan pekerjaan mudah. Mengubah kondisi yang sudah berlangsung selama lebih dari 20 tahun, sama sekali tidak mudah. Tapi kalau pemerintah membiarkan saja kondisi ini bertahan, yang akan jadi korban adalah Indonesia.

“Kalau ini dibiarkan, Indonesia akan kembali menjadi terbelakang dan dipenuhi konflik berkepanjangan, seperti di Pakistan, Bangla Desh, Turki, Suriah, Mesir, Libya, Tunisia dan sebagainya. Mudah-mudahan peringatan ini belum terlambat,” ujar Ade Armando.

Gatot Pengasong Khilafah

Dalam kondisi seperti inilah Gatot Nurmantyo mencari simpati publik. Di samping mengklaim pemberhentiannya dari Panglima TNI pada 8 Desember 2017, karena mengingatkan isu kebngkitan PKI, Gatot Nurmantyo, menuding ada upaya ingin mengganti ideologi Pancasila dilakukan Pemerintahan Presiden Jdoko Widodo.

Akan tetapi terhadap kebangkitan PKI yang harus diwaspadai, dengan mudah terbantahkan.

Karena G30S 1965, bukan pemberontakan PKI, melainkan operasi Central Inteligence Agency Amerika Serikat (CIA AS) di dalam mengkudeta Presiden Soekarno (17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967) untuk diganti Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal Soeharto.

Soeharto kemudian menjadi Presiden Indonesia selama 31 tahun, 1 Juli 1967 – 21 Mei 1998. Tiga buku karya ilmiah, menungkap keterlibatan CIA AS dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 di Jakarta. Pertama, Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965—1966 (Geoffrey B. Robinson, 2018. Jakarta: Komunitas Bambu).

Kedua, Konspirasi Soeharto – CIA, Penggulingan Presiden Soekarno, 1965 – 1967 (Peter Dale Scot, 1998. Surabaya: Perkumpulan Kebangsaan dan Anti Diskriminasi (Pekad) Univeritas Airlangga). Ketiga, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto (John Roosa, 2007. Jakarta: ISSI dan Hasta Mitra).

Para penulisnya merupakan ilmuawan dan sejarawan kredibel. Geoffrey B. Robinson adalah Profesor Sejarah di Universitas California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat. Pater Dale Scot, mantan diplomat Amerika Serikat. John Roosa, adalah Profesor dari University of British Columbia (UBC), Kanada.

Peneliti Senior bidang Sejarah dan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Asvi Warman Adam menyebut ada kesalahan dalam penamaan peristiwa G30S/PKI. PKI harus dilepaskan dari peristiwa G30S.

“Saya beranggapan gerakan itu disebut Gerakan 30 September, kalau disingkat, ya, G30S, begitu. Jadi label PKI hanya ditempelkan oleh rezim Presiden Soeharto, sesudah tahun 1966,” terang Asvi Warman Adam di Jakarta, Kamis 24 September 2020.

Menurut Asvi Warman Adam, penempelan kata PKI dalam peristiwa tersebut bersifat politis era Presiden Soeharto. “Karena peristiwa G30S adalah murni peristiwa pembunuhan masal, dan kata PKI hanya doktrinisasi dari era Pemerintahan Presiden Soeharto,” kata Asvi Warman Adam.

Sementara tudingan Gatot Nurmantyo di Jakarta, Kamis, 24 September 2020 di dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), ada frasa bertuliskan ketuhanan yang berkebudayaan, sebagai bukti pola pikir PKI, dengan sendirinya terbantahkan.

Karena ketuhanan yang berkedudayaan, pada dasarnya memperteguh ideologi Pancasila lahir dari kebudayaan asli bangsa Indonesia. Tidak ada satu frasa pun di dalam RUU HIP, bertujuan mengganti semua sila di dalam Pancasila.

Ketuhanan berkeduyaan, artinya segenap lapisan masyarakat di Indonesia harus percaya kepada Tuhan, dimana di dalam implementasinya, meti sesuai dengan alam dan kebudayaan asli berbagai suku bangsa di Indonesia.

Pancasila adalah produk budaya Indonesia. Agama juga produk budaya dari salah satu suku bangsa. Agama Katolik dan Agama Kristen lahir dari kebudayaan Suku Yahudi. Agama Islam lahir dari kebudayaan Suku Arab.

Ninoy K Karundeng, pegiat media sosial di Jakarta, Minggu, 27 September 2020, mengatakan, sama seperti salah satu mantan petinggi Muhammadyah, Din Syamsudin, maka Gatot Nurmantyo, tidak lebih dari representasi pengasong khilafah.

Tidak laku di pemerintahan Presiden Joko Widodo, Din Syamsudin dan Gatot Nurmantyo, menarik simpati kelompok Wahabi dan eks HTI.

Din Syamsudin dan Gatot Nurmantyo, bersama dengan kelompok sakit hati, terinspirasi kemenangan Anies Baswedan melawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2017.

“Isu agama digeber. Untuk merebut hati umat. Mereka lupa segmen sempit mereka yang segelintir pembuat gaduh tukang cari nasi bungkus Cendana ini, yang memisahkan diri jadi “KAMI” atau mereka, adalah para gelandangan politik.

“Untuk kepentingan ayat mayat isu usang ideologi bubar PKI, yang tak ada satu pun pengikutnya, mereka sebar. Mereka membodohi diri dan publik bahwa rakyat Indonesia paham akan taktik politik,” ujar Ninoy K Karudeng.

“Buktinya,” kata Ninyo K Karundeng, “Isu mengkaitkan Presiden Joko Widodo dengan PKI, hanya laku di Jawa Barat dan Sumatera Barat. Mayoritas rakyat tahu, intrik taktik konyol bin bahlul kelompok KAMI. Lagi pula selama menjadi Panglima TNI, tidak ada satupun anggota PKI yang berhasil ditangkap Gatot Nurmantyo.”

“Pasalnya di Indonesia ini tak ada satu pun anggota PKI. Bangkit dari mana? Dari kubur? Maka Gatot Nurmantyo silakan tunjukkan satu saja anggota PKI. Nanti saya yang menangkap, dibantu Banser dan aparat keamanan,” ujar Ninoy K Karundeng.

Gatot Nurmantyo, menurut Ninoy K Karundeng, menerapkan gaya komunikasi politik ala post truth dan menebar hoaks isu kebangkitan PKI.

“Lah satu pun tak bisa ditunjukkan anggota PKI. Beda dengan organisasi terlarang penganut khilafah, HTI. HTI ada organisasinya sehingga dibubarkan berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. HTI jelas anggotanya. Walau Presiden Joko Widodo belum tuntas menangani gerombolan pengasong khilafah tersebut,” ujar Ninoy N Karundeng.(Aju)