JAKARTA (IndependensI.com) – Sepanjang hari ini, jutaan buruh di berbagai daerah di Indonesia melancarkan aksi unjuk rasa memprotes disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Unjuk rasa buruh dilakukan dengan beragam cara, salah satunya melakukan aksi Mogok Kerja Nasional.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, unjuk rasa Mogok Kerja Nasional terkait penolakan terhadap Rancangan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) telah diikuti hampir 1 juta buruh pada hari pertama .
KSPI menyatakan bakal menggelar mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020. 32 serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa mogok kerja nasional.
“Mendekati 1 jutaan buruh di 25 provinsi, di lebih dari 150 kabupaten/kota dan lebih dari 5 ribu perusahaan,” kata Said saat hubungi melalui pesan singkat, Selasa (6/10/2020).
Said menjelaskan mogok kerja nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4. Dalam aturan ini, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Said dalam keterangannya, Selasa (6/10).
Said menargetkan bila mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh dari rencana sebelumnya adalah 5 juta buruh. Buruh yang akan mogok kerja nasional ini meliputi sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen.
7 Tuntutan Buruh
Pertama, UMK bersyarat dan UMSK dihapus, buruh menolak keras kesepakatan ini. Karena, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
“Jadi tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam,” ujar dia.
Menurutnya, tidak adil jika sektor otomotif atau sektor pertambangan nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.
“Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” lanjutnya.
Sehingga menurutnya, UMSK harus tetap ada. Jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
Kedua, para buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
“Walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal, karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan,” ujar Said Iqbal.
“Poin ketiga yang ditolak keras adalah KWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup,” tambahnya.
Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. “Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup,” ujarnya.
Keenam, buruh menolak hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang.
“Karena hak upah cuti hilang maka cuti panjang dan hak cuti panjang juga hilang,” katanya.
Ketujuh. Karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.
“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” tegas Said Iqbal.