JAKARTA (Independensi.com)
Kejaksaan Agung segera akan memutuskan nasib penyidikan salah satu kasus dugaan korupsi yang hingga kini mangkrak yaitu terkait restitusi pajak PT Mobile8 Telecom periode 2007-2009.
Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono untuk menentukan kasus Mobile8 Telecom akan dilanjutkan penyidikannya atau tidak akan dilakukan kajian oleh Direktur Penyidikan.
“Karena itu saya tidak tahu apakah nanti berlanjut atau tidak. Itu tergantung kajian dari Direktur Penyidikan,” kata Ali kepada wartawan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (16/11) malam.
Dia mengakui setelah beberapa waktu lalu Kejaksaan Agung kalah praperadilan melawan dua tersangka kasus Mobile-8, kemudian sempat dikeluarkan surat perintah penyidikan baru untuk kasus yang sama
Namun untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut pihaknya terkendala dengan putusan hakim praperadilan yang menyatakan kasus Mobile8 bukan korupsi yang bukan kewenangan kejaksaan.
“Nah ini yang menjadi masalah. Kalau putusannya seperti itu bagaimana. Apa perlu ditindaklanjuti? Karena kalau itu bukan korupsi bukan kewenangan kejaksaan. Itu yang menjadi masalah. Dikatakan pajak juga bukan, terus mau diapakan,” ucap Ali.
Seperti diketahui Kejagung dalam kasus dugaan korupsi terkait restitusi pajak PT Mobile8 Telecon yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp80 miliar sempat menetapkan mantan Direktur PT Mobile 8 Anthony Chandra Kartawiria dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja sebagai tersangka.
Namun keduanya kemudian mengajukan praperadilan dan dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 November 2016. Dimana dalam putusannya hakim menyatakan Kejagung tidak berwenang menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Selain itu penetapan kedua tersangka juga tidak sah karena kasus yang disidik bukan korupsi melainkan tindak pidana perpajakan yang menjadi kewenangan Ditjen Pajak.
Kejaksaan Agung sendiri menyidik kasus dugaan korupsi terkait restitusi pajak PT Mobile8 setelah menemukan adanya dugaan transaksi fiktif antara Mobile8 dan PT DNK pada rentang 2007- 2009.
Dimana seolah-olah terjadi penjualan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar dari Mobile8 Telecom kepada PT DNK distributor di Surabaya, Jawa Timur.
Padahal sebelumnya pada Desember 2007, PT Mobile8 dua kali mentransfer uang masing-masing sebesar Rp50 miliar dan Rp30 miliar kepada PT DNK.
Untuk mensiasati seolah-olah terjadi transaksi perdagangan, PT Mobile8 membuat invoice dan faktur pembayaran agar seakan terdapat pemesanan barang dari PT DNK. Padahal PT DNK tidak pernah menerima barang.
Pada pertengahan 2008, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile8 senilai Rp 114 miliar yang diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi antara kedua perusahaan yang kemudian digunakan PT Mobile8 untuk mengajukan restitusi pajak kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.(muj)