Karni Ilyas dan Gories Mere

TPDI: Kejati NTT Lakukan “Trial by the Press”

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menuding penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan lakukan trial by the press terhadap Gories Mere dan Karni Ilyas.

“Penyidik dan lembaga pers telah melakukan trial by the press, yaitu tindakan menghakimi seseorang sebelum diadili yang dilakukan lembaga pers,” kata Petrus Selestinus di Jakarta, Senin, 7 Desember 2020.

Petrus Selestinus

Komisaris Jenderal Polisi Purnawirawan Greogrius Mere (Gories Mere), perintis Pasukan Detasemen Khusus Anti Teror 88 Polisi Republik Indonesia (Densus 88 Polri), mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sekarang sebagai Staf Khusus Intelijen Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Karni Ilyas, wartawan TVOne diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kupang, Rabu, 2 Desember 2020.

Gorris Mere dan Karni Ilyas sebagai saksi dalam korupsi asset tanah negara di Labuan Bajo, Kabupaten Menggarai Barat, Provinsi NTT. Jaksa telah pula memeriksa Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula, sejumlah pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan pejabat kabupaten. Jaksa juga telah memanggil beberapa saksi dari pihak pengusaha perhotelan.

Kasus dugaan korupsi pengalihan aset tanah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat di Labuan Bajo, diklaim penyidik Kejaksaan Tinggi NTT berpotensi merugikan negara sekitar Rp3 triliun di Torro Lemma Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Menurut Petrus Selestinus, pemberitaan sudah melenceng dari frame pers bebas dan bertanggung jawab serta keluar dari norma, standar, kriteria dan prosedure cover both side.

“Media telah melakukan trial by the press. entah atas kepentingan siapa, membuat framing berita yang hanya menonjolkan nama Gories Mere dan Karni Ilyas, yang dipanggil Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT sebagai saksi menjelang penetapan status tersangka dan pelimpahan perkara ke Pengadilan, dalam kasus dugaan korupsi dengan narasi ‘terseret’ kasus jual beli tanah aset negara di Labuan Bajo, NTT,” ujar Petrus Selestinus.

Pemberitaan dengan gaya memframing pada sosok tertentu, tidak fokus pada isu utama dan tidak substantif dengan pilihan narasi ‘terseret, terlibat’ dan lain-lain. kasus korupsi memberi gambaran seolah-olah Gories Mere dan Karni Ilyas terlibat dalam tindak pidana korupsi yang sedang disidik Kejaksaan Tinggi NTT.

Padahal berdasarkan fakta di lapangan, Gories Mere dan Karni Ilyas tidak pernah menguasai atau memiliki sebagian atau seluruh tanah yang diklaim sebagai milik Pemda Manggarai Barat, sehingga dengan demikian Gories Mere dan Karni Ilyas dipastikan tidak memiliki pengetahuan signifikan sebagai saksi fakta dalam membantu Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT.

Dijelaskan Petrus Selestinus, pemberitaan media yang bernuansa menggiring pembaca ke arah Gories Mere dan Karni Ilyas seakan-akan berada dalam barisan pelaku dugaan korupsi atau setidak-tidaknya menggiring pembaca pada suatu penilaian bahwa Gories Mere dan Karni Ilyas merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi yang katanya bulan Desember ini akan diumumkan siapa tersangka pelakunya.

“Media dan oknum Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT tidak lagi obyektif dalam pemberitaan kasus dugaan korupsi tanah Pemda Mabar, bahkan telah terjebak dalam framing berita yang bersifat sensasional, bombastis dengan tujuan mendiskreditkan nama baik, kehormatan dan harga diri Gories Mere dan Karni ilyas sebagai Tokoh Penegak Hukum dan Tokoh Pers,” ungkap Petrus Selestinus.

Ini jelas merupakan trial by the press dan digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh oknum Kejaksaan Tinggi NTT dan beberapa oknum media yang pada gilirannya akan menghadapkan oknum Kejaksaan Tinggi NTT dan beberapa oknum Wartawan pada tuntutan dimintai pertanggungjawaban pidana pencemaran nama baik dan tuntutan Ganti Rugi.

“Kejaksaan Tinggi NTT dan Pers wajib meluruskan berita yang di-framing untuk diarahkan kepada Gories Mere dan Karni Ilyas, apapun alasannya membuat framing berita adalah tindakan tidak bertanggung jawab dan memiliki konsekuensi hukum. Padahal Penyidik diharuskan oleh pasal 7 KUHAP untuk melakukan penyidikan menurut hukum yang bertangung jawab dan Media oleh UU Pers diharuskan memegang teguh prinsip Pers yang bebas dan bertanggung jawab,” kata Petrus Selestinus. (Aju)