KUALA LUMPUR (Independensi.com) – Dua tokoh oposisi, yaitu Anwar Ibrahim (73 tahun) dan Mahathir Mohammad (96 tahun), gagal menggulingkan kekuasaan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Muhyidin Yasin dari Barisan Nasional (BN), melalui rencana Pemilihan Raya Umum (PRU) dipercepat, sebelum tanggal 1 Agustus 2021.
Mahathir dan Anwar gigit jari, setelah Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agung Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, melakukan veto, melalui pengumuman PRU ditunda hingga limit waktu yang tidak ditentukan, demi mengantisipasi meluasnya Corona Virus Disease-19 (Covid-19).
Kantor Berita Nasional Inggris, Reuters.com, Selasa, 12 Januari 2021, dengan judul: “Malaysia’s king declares state of emergency to curb spread of Covid-19”, melaporkan
Raja Malaysia mengumumkan keadaan darurat nasional pada hari Selasa, 12 Januari 2021, untuk mengekang penyebaran Corona Virus Disease-19 (Covid-19).
Keputusan Raja Malaysia, memperkuat posisi kekuasaan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin, dan mencegah segala upaya lawan untuk memaksa pemilihan lebih awal.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Selasa, 12 Januari 2021, menurut kantor Berita Nasional Inggris, Reuters.com, Muhyiddin mengatakan parlemen akan ditangguhkan untuk jangka waktu yang ditentukan dan bahwa pemilihan tidak akan diadakan di negara Asia Tenggara itu selama keadaan darurat, yang bisa berlangsung hingga 1 Agustus 2021.
“Izinkan saya meyakinkan Anda, pemerintah sipil akan terus berfungsi. Keadaan darurat yang diumumkan oleh raja bukanlah kudeta militer dan jam malam tidak akan diberlakukan,” kata Muhyiddin, dengan suara tenang.
Langkah tersebut untuk mengeliminir, setidaknya untuk saat ini, beberapa ketidakpastian politik yang membayangi Muhyiddin sejak aliansi yang tidak terpilihnya berkuasa dengan mayoritas tipis pada bulan Maret 2020, menyusul runtuhnya koalisi sebelumnya yang dipimpin oleh pemimpin veteran manusia gaek dan ambisius, Mahathir Mohamad.
Beberapa anggota parlemen dalam koalisi yang berkuasa telah menarik dukungan untuk perdana menteri dan menyerukan pemilihan lebih awal. Sementara pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mengatakan tahun 2020, mengklaim memiliki mayoritas untuk membentuk pemerintahan baru.
Mahathir Mohammad, kelahiran 10 Juli 1925, merupakan Perdana Menteri Malaysia, periode 16 Juli 1981 – 31 Oktober 2003 dan 10 Mei 2018 – 1 Maret 2020, sekarang, bagaikan duri di dalam daging, karena terus berupaya merongrong pemerintahan.
Mahathir terus berupa menggunakan pengaruhnya untuk meruntuhkan pemerintahan yang tengah berkuasa. Pernah berkoalisi dengan Anwar Ibrahim, untuk merebut kekuasaan. Tapi setelah duduk, Anwar Ibrahim ditinggalkan, sehingga keduanya pecah kongsi.
Muhyiddin meyakinkan orang-orang bahwa pemilihan akan berlangsung setelah komite independen baru menyatakan bahwa pandemi telah berakhir dan aman untuk mengadakan pemungutan suara.
Di bawah aturan darurat, pemerintahnya dapat memberlakukan undang-undang tanpa persetujuan parlemen.
Pada hari Senin, 11 Januari 2021, Muhyiddin mengumumkan larangan perjalanan nasional dan penguncian 14 hari di ibu kota Kuala Lumpur dan lima negara bagian, mengatakan sistem perawatan kesehatan untuk negara berpenduduk 32 juta orang itu berada pada titik puncaknya.
Jumlah infeksi harian baru mencapai rekor tertinggi minggu lalu, menembus angka 3.000 untuk pertama kalinya. Total kasus virus korona melewati 138.000 pada hari Senin, 11 Januari 2021, dengan 555 kematian.
Kondisi perekonomian
Indeks saham acuan Malaysia turun sebanyak 1,6% setelah pengumuman darurat.
Istana Malaysia mengatakan Muhyiddin meminta Raja Al-Sultan Abdullah untuk mengumumkan keadaan darurat sebagai tindakan proaktif untuk mengeliminir penyebaran Covid-19. Warga Malaysia diinstruksikan tidak boleh pergi ke luar negeri.
Keadaan darurat akan berlangsung hingga 1 Agustus 2021 atau lebih awal tergantung pada apakah infeksi Covid-19 dikendalikan.
“Al-Sultan Abdullah berpendapat bahwa penyebaran Covid-19 berada pada tahap kritis dan perlu mengumumkan proklamasi darurat,” kata Istana Raja Malaysia, dalam sebuah pernyataan.
Raja telah menolak permintaan serupa dari Muhyiddin pada bulan Oktober 2021. Para pemimpin oposisi kemudian mengkritik permintaan itu sebagai langkah untuk mempertahankan kekuasaan.
Malaysia adalah negara monarki konstitusional di mana raja memiliki peran seremonial, menjalankan tugasnya dengan nasihat dari perdana menteri dan kabinet. Tetapi, raja juga memiliki kekuasaan untuk memutuskan apakah keadaan darurat harus diumumkan, berdasarkan ancaman terhadap keamanan, ekonomi, atau ketertiban umum.
(Aju)