JAKARTA (Independensi.com) – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, menilai, isu kudeta terhadap Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tidak lebih dari bukti halusinasi dan paranoid, karena takut bayangan sendiri.
“Apa yang mesti direbut secara paksa dari Partai Demokrat. Partai Demokrat sekarang sudah tidak prospektif. Sudah hancur-hancuran. Kalau mau dikudeta, mestinya rebut kepemimpinan partai politik besar, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Golongan Karya,” kata Petrus Selestinus, Kamis, 4 Februari 2021.
Menurut Petrus Selestinus, pernyataan AHY ada dugaan Kepala Staf Presiden, Jenderal (Purn) Moeldoko di balik rencana kudeta dengan mengumpulkan sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Senin, 1 Februari 2021, sangat tidak masuk akal. “Itu halusinasi dan paranoid,” kata Petrus Selestinus.
Petrus Selestinus mengatakan, patut disesalkan sikap Ketua Umum PD AHY, karena tidak pada tempatnya mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo meminta klarifikasi dan konfirmasi, tentang dugaan keterlibatan pejabat di lingkaran Istana dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan PD, karena Presiden dan pejabat lingkaran Istana bukan organ PD dan bukan organ Mahkamah Partai Politik di PD.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, tentang: Partai Politik maupun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat, bahwa Mahkamah Partai Politik merupakan organ yudikatif Partai Politik yang menyelenggarakan kekuasaan Yudikatif Partai, dengan wewenang menyelesaikan perselisihan Partai Politik, menyangkut kepengurusan Partai Politik, yang putusannya bersifat final dan mengikat, karena itu bukan wewenang seorang Ketua Umum Partai.
Sikap hiperaktif AHY, terkait dinamika politik kader-kader dan fungsionaris PD, bisa ditafsirkan sebagai sikap yang otoriter dan paranoid, karena terlalu jauh menarik ke luar isu kudeta sebagai persoalan internal PD ke lingakaran Istana Kepresidenan.
Padahal secara yuridis dan organisatoris, isu kudeta dimaksud, termasuk dalam kualifikasi perselisihan Partai Politik, yang menjadi domain Mahkamah Partai.
Secara hukum, AHY seharusnya menyerahkan persoalan beberapa kader dan fungsionaris PD yang diduga melakukan gerakan merebut paksa Partai Demokrat, kepada Mahkamah Partai PD selaku organ yudikatif Partai dan selanjutnya Mahkamah Partai Politiklah yang melaksanakan tugas penyelidikan dan meminta klarifikasi kepada semua pihak, karena itu bukanlah tugas AHY, Ketua Umum PD.
Dijelaskan Petrus Selestinus, menuduh ada pejabat Lingkaran Istana Kepresidenan Indonesia, akan mengambil alih kepemimpinan PD dengan cara mengkudeta, kemudian menulis surat resmi meminta agar Presiden Joko Widodo mengklarifikasi isu kudeta dimaksud, merupakan langkah serampangan yang tidak memiliki dasar hukum.
“Etika dan moral serta berpotensi melahirkan krisis kepercayaan publik terhadap PD dan AHY bisa diberhentika lewat Kongres Luar Biasa,” ujar Petrus Selestinus.(aju)