Jaksa Agung Burhanuddin bersama dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna menyampaikan hasil perhitungan kerugian negara kasus PT Asabri sebesar Rp22,78 triliun.(ist)

Jaksa Agung: Kerugian Negara Kasus Asabri Sebesar Rp22,78 Triliun

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung telah menerima perhitungan nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Jaksa Agung Burhanuddin mengungkapkan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri tahun 2012 hingga 2019 sebesar Rp22,78 triliun.

“Hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus Asabri kami terima dari BPK pada 27 Mei,” kata Jaksa Agung dalam konferensi pers bersama Ketua BPK Agung Firman Sampurna di depan Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, Jakarta Senin (31/5).

Dia menyebutkan setelah menerima hasil perhitungan kerugian negara dilanjutkan penyerahan para tersangka berikut barang-bukti atau tahap dua dari tim jaksa penyidik kepada tim jaksa penuntut umum pada 28 Mei 2021.

Dikatakan Jaksa Agung soal kemungkinan ada tidaknya tersangka baru kasus Asabri yaitu dari korporasi atau manajer investasi tergantung fakta dan alat bukti.

“Kita tidak bisa ngarang-ngarang ada atau tidak tersangka baru. Kalau ada, siapapun bagi saya tidak menjadi penghalang,” tegas mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna sebelumnya mengatakan angka kerugian keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun bersifat nyata, pasti, dan akibat perbuatan melawan hukum dari pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian keuangan negara tersebut.

“Jikapun ada perbedaan nilai kerugian negara dari pihak kejaksaan sebesar Rp23,7 triliun, karena itu baru perkiraan awal atau bukan hasil dari investigasi yang nyata dan pasti,” tutur Agung.

Namun yang pasti, tegasnya,
berdasarkan hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan adanya kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri selama tahun 2012 hingga 2019.

“Berupa kesepakatan pengaturan, penempatan dana investasi pada beberapa pemilik perusahaan atau pemilik saham dalam bentuk saham dan Reksadana,” ungkap dia.

Dikatakannya saham dan reksadana tersebut merupakan investasi yang berisiko dan tidak liquid yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi PT Asabri.

Oleh karena itu, ujarnya, yang paling penting adalah BPK sudah tuntas menghitung kerugian negara, menemukan konstruksi melawan hukum, dan mengetahui pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.

Seperti diketahui Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus Asabri. Namun baru berkas perkara tujuh tersangka sudah dinyatakan lengkap atau P21.

Antara lain atas nama tersangkaAdam Rachmad Damiri dan Sonny Widjaja masing-masing mantan Direktur Utama PT Asabri.

Kemudian atas nama tersangka Bachtiar Effendi mantan Kadiv Keuangan dan Investasi, tersangka lham W Siregar mantan Kadiv Investasi dan tersangka Hari Setiono mantan Direktur Investasi dan Keuangan.

Selain itu atas nama tersangka Lukman Purnomosidi selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan dan tersangka Jimmy Sutopo selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation.

Sementara untuk dua berkas perkara tersangka lain Benny Tjokrosaputro Direktur PT Hanson Internasional dan tersangka Heru Hidayat  Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT. Maxima Integra hingga kini masih dalam penelitian tim JPU.(muj)