Hendardi

Hendardi: Langkah Ketua KPK Firli Bahuri Tidak Penuhi Panggilan Komnas HAM Sudah Tepat

Loading

JAKARTA (Indrpendensi.com) – Ketua Setara Institute, Dr Hendardi, mengatakan, sudah benar langkah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri dan 4 komisioner lainnya tidak memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), Selasa, 8 Juni 2021, hari ini.

“Tidak ada hubungannya dengan Komnas HAM. Karena ranah Komnas HAM adalah kasus pelanggaran HAM. Tidak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK, bukan kategori pelanggaran HAM berat. Ini masalah administrasi negara,” kata Hendardi, di Jakarta, Selasa, 8 Juni 2021.

Menurut Hendardi, kalau 75 karyawan dan penyidik KPK tidak lulus TWK diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, 19 Maret – 9 April 2021, merasa keberatan, tidak tepat lapor Komnas HAM.

“Lapor saja kepada institusi yang menyelenggarakan TWK. Atau melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Bukan malah ke Komnas HAM. Komnas HAM, agar diingatkan kembali kepada tugas pokok dan fungsinya,” ujar Hendardi.

Hendardi mengatakan, penyelenggaraan TWK sudah sesuai ketentuan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK. Dimana digariskan karyawan KPK beralih status menjadi ASN dimana kemudian mensyaratkan mengikuti TWK sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN.

Diungkapkan Hendardi, “Kalau Komnas HAM menerima pegawai. Dalam perkembangannya ada pelamar yang tidak lulus, kemudian menggugat ke Komnas HAM, sikap Komnas HAM, bagaimana? Inikan sama dengan 75 orang dari 1.351 orang karyawan dan penydik KPK yang tidak lulus TWK itu.”

“Banyak pelanggaran HAM berat yang harus ditangani Komnas HAM, seperti di Papua dan perampasan hak tenurial masyarakat di Kalimantan dalam mengelola sumberdaya alam,” ujar Hendardi.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, mengatakan, “Novel Baswedan dan 74 karyawan dan penyidik yang tidak lulus TWK, sudah mempolitisasi masalah, seakan-akan Komisioner KPK telah melakukan kesalahan fatal.”

“Padahal KPK itu hanya melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN. Aturan seorang untuk diterima menjadi ASN, harus lulus TWK. TWK sebutan berbeda di Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil,” kata Petrus Selestinus.

Petrus Selestinus, mengingatkan Ketua KPK Firli Bahuri, untuk melakukan pengawasan terukur terhadap tugas poko dan fungsi Sekretaris Jenderal di dalam melakukan pengawasan dan pembinaan karyawan setelah beralih status menjadi ASN.

“Jangan lagi KPK dijadikan alat bagi sejumlah kelompok. Jangan sampai terulang lagi KPK dijadikan milik nenek moyang komplotan Novel Baswedan. Tegakkan aturan, agar pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai harapan, dengan titik berat kepada pencegahan,” ujar Petrus Selestinus.

Ketua KPK, Firli Bahuri menegaskan, semua komisioner tidak memenuhi panggilan Komnas HAM, Selasa, 8 Juni 2021, karena ada tugas lain yang sangat mendesak. (Aju)