JAKARTA (Independensi.com) – Lembaga Bantuan Hukum Partai Solidaritas Indonesia (LBH PSI) mengecam keras pernyataan pengacara AT, tersangka pemerkosaan dan perdagangan orang di Bekasi.
Hendra Keria Hentas, pengacara korban PU dari LBH PSI, Rabu (11/8/2021) menyebut pernyataan pengacara tersangka tersebut tidak etis dan tidak didasari oleh fakta yang sesungguhnya.
Sebelumnya, Bambang, kuasa hukum tersangka AT menyampaikan pernyataan yang dimuat oleh situs Koranbekasi.id bahwa telah terjadi kesepakatan pertunangan antara AT dan PU yang disetujui oleh orang tua kedua belah pihak. “Pernyataan tersebut sama sekali tidak benar,” tukas Hendra.
Hendra membantah pernyataan Bambang setelah sebelumnya menghubungi orangtua PU. “Ayah korban tegas membantah adanya hubungan komunikasi antara anggota keluarga mereka dengan pihak pengacara AT.
Klien kami juga meminta ada tindakan hukum, sebab pihak keluarga PU sama sekali tidak pernah mengeluarkan pernyataan demikian,” ungkap Hendra.
Lebih jauh, Hendra mengecam segala bentuk upaya penggiringan opini publik yang akan merugikan korban dan keluarganya dalam kasus ini.
“Kami minta pihak kuasa hukum AT untuk menjaga lisan dan etiknya, terutama dalam memberi keterangan terkait korban di media,” tegas Hendra.
Masih menurut Hendra, pernyataan-pernyataan tersebut sangat melukai perasaan pihak keluarga PU sebagai korban. “Tidak ada wacana menikahkan PU dengan AT.
Secara etik, kuasa hukum tersangka seharusnya menghubungi kuasa hukum keluarga korban, tidak boleh langsung memberi pernyataan sepihak begitu.”
Dalam komunikasinya dengan LBH PSI, ayah PU memohon agar PU bisa dilindungi dari pengaruh dan bujuk rayu yang menjerumuskan dari pihak AT karena PU yang menjadi korban pemerkosaan dan penjualan orang masih anak-anak di bawah umur dan belum mengerti apa-apa.
Sejak kasus ini mencuat, banyak pihak menaruh perhatian khusus atas kasus ini, apalagi dengan adanya wacana menikahkan korban dengan pelaku.
Pasal 26 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga jelas menyebutkan bahwa orangtua wajib dan bertanggung jawab mencegah terjadinya perkawinan anak.
Pendamping korban PU, Mary Sylvita, juga menyayangkan adanya intervensi langsung kepada korban yang masih dalam pemulihan trauma pasca pemerkosaan.
“Ini keterlaluan. Pengacara AT semestinya sangat mengerti perlindungan seperti apa yang dimaksud oleh Undang-undang,” sesalnya
Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak korban kejahatan seksual memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai-nilai agama, nilai-nilai kesusilaan, rehabilitas sosial, hingga pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai dengan pemulihan.
Termasuk juga pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan dari mulai penyidikan, penuntutan hingga di persidangan.
“Kami tidak main-main, mereka berpotensi melanggar 3 Undang-undang sekaligus. Jangan coba-coba bermain licin dengan kemanusiaan,” tegas Mary.
AT ditetapkan oleh Polres Metro Bekasi Kota sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap PU. Selain itu, pada saat ini polisi sedang menyelidiki dugaan tindak pidana perdagangan orang yang juga melibatkan AT sebagai pelaku dan PU sebagai korbannya.
Pada saat kejadian, PU masih duduk sebagai siswa kelas 9 SMP dan hampir terancam putus sekolah akibat perbuatan AT tersebut. (Prs)