JAKARTA (Independensi.com) – Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan Reformasi Birokrasi merupakan “rumah besar” bagi pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Manajemen Resiko.
“Sebagaimana terdapat dalam komponen pengungkit yang dibagi menjadi delapan area perubahan. Khususnya pada area penguatan pengawasan,” kata Untung demikian biasa disapa dalam Webinar Peningkatan Maturitas SPIP Kejaksaan RI dengan tema “Manajemen Resiko” Tahun 2021, Selasa (14/9).
Webinar dihadiri secara virtual oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Amir Yanto, Kepala BPKP, para Sekretaris JAM dan Badiklat Kejaksaan. Selain itu para Kajati, Kajari dan masing-masing Tim Manajemen Resiko pada Satker di lingkungan Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri
Dia menyebutkan secara garis besar area penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN),
“Dengan target yang ingin dicapai meningkatnya kepatuhan dan efektivitas terhadap pengelolaan keuangan negara, menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan sistem integritas dalam upaya pencegahan KKN,” tutur Untung dari ruang kerjanya di Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Kejagung.
Dikatakannya mekanisme pengukuran pencapaian target keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi digunakan indikator yang ada dalam “aspek pemenuhan”, “aspek hasil antara” dan “aspek reform”.
Adapun penerapan SPIP dan Manajemen Resiko, ucap dia, berada pada indikator yang ada dalam “aspek pemenuhan” dan“aspek hasil antara” (dengan hasil penilaian SPIP).
Dia pun menuturkan terkait penerapan SPIP, khususnya di lingkungan Kejaksaan dengan memperhatikan sejumlah kondisi. Antara lain telah terdapat peraturan pimpinan organisasi tentang SPIP, telah dibangun lingkungan pengendalian, telah mengidentifikasi lingkungan pengendalian, telah dilakukan penilaian risiko atas organisasi atau unit kerja.
Selain telah dilakukan kegiatan pengendalian untuk meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi, SPI telah diinformasikan dan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait, telah dilakukan pemantauan pengendalian intern dan unit kerja telah melakukan evaluasi atas Penerapan SPI.
Disamping itu, tutur Untung, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP telah dimandatkan lima unsur pengendalian intern yang salah satunya adalah penilaian resiko.
Dikatakannya juga dalam peraturan tersebut mewajibkan setiap instansi untuk melaksanakan penilaian resiko yang meliputi identifikasi resiko, analisis, evaluasi dan penanganan resiko sebagai aktivitas pengendalian.
“Kondisi ini juga telah sejalan dengan amanat Peraturan Kejaksaan Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko di Lingkungan Kejaksaan,” kata Ketua Tim Pengarah RB Kejaksaan ini.
Dia mengungkapan pada tahun 2020 penilaian maturitas SPIP Kejaksaan menghasilkan skor sebesar 3,3034 dan unsur SPIP Kejaksaan rata-rata telah mencapai level 3,
“Tingkat maturitas atau kematangan SPIP menunjukkan kualitas proses pengendalian terintegrasi dalam pelaksanaan sehari-hari tindakan manajerial dan kegiatan tekhnis di lingkungan Kejaksaan,” ujarnya.
Digitalisasi Kejaksaan
Untung dalam webinar juga menyinggung soal digitalisasi Kejaksaan dalam upaya mengembangkan penyelenggaran tugas dan fungsi berbasiskan digital. Menurutnya melalui digitalisai kejaksaan nantinya diharapkan menyentuh tata kelola dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
“Baik menyentuk aspek tata kelola perkantoran, persuratan, administrasi perkara, pelayanan publik dan manajemen resiko di Kejaksaan dengan basis teknologi informasi atau elektronik,” ujarnya.
Hal ini, kata dia, guna meningkatkan transparansi dan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien sebagaimana Instruksi Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kejaksaan RI Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020.
“Sebagai bentuk dan arah kebijakan Kejaksaan yang bersifat mengikat dan wajib diimplementasikan diantaranya terkait Digitalisasi Kejaksaan,” ujarnya.(muj)