JAKARTA (Independensi.com) – Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin akhirnya ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan.
Dia pun kini menjadi tahanan Kejaksaan di Rutan Cipinang cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditahan untuk selama 20 hari terhitung mulai hari ini Kamis (16/9)
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan, Kamis (16/9) peran tersangka AN yaitu sebagai Gubernur Sumsel meminta alokasi gas bagian negara dari BP Migas untuk BUMD PDPDE Sumsel.
Selain itu, tuturnya, tersangka AN menyetujui dilakukannya kerjasama antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk PT. PDPDE Gas.
“Dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapat alokasi gas bagian negara,” ujar Leo demikian biasa disapa dalam jumpa pers di Gedung Pidsus, Kejagung, Jakarta.
Sementara peran tersangka MM (Muddai Madang) selaku Direktur PT DKLN merangkap Komisaris Utama PT PDPDE Gas serta Direktur PDPDE Gas yaitu menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT PDPDE Gas.
Namun Leo enggan menjelaskan berapa besar fee yang diterima tersangka MM. “Itu sudah memasuki materi perkara,” ucap juru bicara Kejagung ini.
Kasusnya berawal ketika Pemprov Sumsel pada tahun 2010 memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari JOB PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd dan Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD.
“Pembelian gas berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas atas permintaan Gubernur Sumsel,” kata Leo. Selanjutnya berdasarkan keputusan Kepala BP Migas ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara PDPDE Sumsel.
Namun dengan dalih PDPDE Sumsel tidak punya pengalaman teknis dan dana, maka bekerja sama dengan investor swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) dengan komposisi kepemilikan saham 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Dikatakan Leo akibat penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dihitung ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar 30.194.452.79 dolar AS.
“Kerugian negara berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu tahun 2010 hingga 2019 yang seharusnya diterima PDPDE Sumsel,” ujarnya.
Selain itu, tuturnya, terdapat kerugian negara sebesar 63.750,00 dolar AS dan sebesar Rp2,131 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan PDPDE Sumsel.(muj)