Dr. Eko Yulianto dari Pusat Riset Geoteknologi LIPI. (Ist)

Dr. Eko Yulianto: Dimanapun di Indonesia, Kita Pasti Berhadapan Dengan Ancaman Megathrust dan Tsunami

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Masyarakat harus bersiap menghadapi ancaman megathrust dan tsunami. Pengalaman berbagai bencana alam dari tsunami Aceh sejak 2004 yang kemudian diikuti, gempa Padang, gempa Nias, gempa Mentawai, tsunami Pangandaran, gempa Yogyakarta, tsunami Banten dan lainnya harus menjadi pelajaran penting agar bisa mengurangi korban saat bencana datang. Hal ini disampaikan Dr. Eko Yulianto dari Pusat Riset Geoteknologi LIPI kepada pers, Senin (20/9).

“Dimanapun di Indonesia kita pasti berhadapan dengan ancaman megathrust dan tsunami,” ujarnya.

Menurutnya, setelah gempa 2004 sekuat 9 SR yang menyebabkan tsunami di Aceh, para ahli menyimpulkan gempa bisa terjadi dimanapun dijalur megathrust ini diseluruh dunia. Hanya saja waktu perulangannya yang berbeda-beda.

“Di Indonesia ada jalur megathrust yang belum pernah terjadi gempa dan tidak diketahui kapan akan terjadi namun pasti terjadi,” jelasnya.

Sebelumnya, Dr. Eko Yulianto mengatakan bahwa dalam hitungan seorang ahli dari Amerika Serikat, Robert MacCaffrey, perulangan gempa dan tsunami raksasa di Aceh 2004 itu terjadi sekitar 525 tahun sekali.

“Sementara jalur megathrust sisanya yang memanjang di selatan Jawa sampai NTB perulangannya tejadi sekitar 675 tahun sekali. Demikian juga jalur megathrust yang lain yang ada di Indonesia yang berpotensi gempa besar atau bahkan gempa raksasa,” jelasnya dalam Konferensi Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) lewat zoom meeting, dengan tema ‘Bersiap Hadapi Ancaman Megathrust dan Tsunami’, Jumat, 17 September 2021 lalu.

Megathrust menurutnya terjadi karena pergeseran lempeng benua yang masuk menelusup dibawah lempeng samudra menyebabkan gempa, gunung meletus, tsunami dan longsor.

“Wilayah Indonesia memang dibentuk oleh mekanisme yang memicu gempa,” ujarnya.

Ia mengatakan ada sebuah studi yang mengatakan bahwa frekuensi kejadian gempa merusak Indonesia terjadi setiap 5,6 bulan sekali. Sedangkan tsunami terjadi 1 sampai 3 tahun sekali.

“Gempa dan tsunami Aceh di Indonesia menyebabkan kerugian Rp 50 trilun dengan korban hampir 200 ribuan orang. Gelombang tsunami Aceh masuk sampai 5 km ke darat dari garis pantai. Dengan ketinggian 33 meter,” katanya pada forum Konferensi Nasional yang dihadiri relawan kesehatan, bidan dan dokter dari berbagai daerah di seluruh Indonesia,” katanya dalam Konferensi Nasional DKR yang dibuka oleh Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) sebagai Ketua Dewan Pembina DKR ini.

Sebelumnya, Konferensi Nasional DKR Jumat (20/8) bertemakan ‘Pandemi dan Bioterorisme’. Selanjutnya Konferensi Nasional DKR Jumat (27/8) yang bertemakan ‘Perlindungan Diri Menghadapi Covid-19’’. Konferensi Nasional dilanjutkan dengan tema ‘Hak dan Kewajiban Rakyat Di Tengah Pandemi’ Jumat (3/9) yang kemudian diikuti Konferensi Nasional tentang ‘Peningkatan Gizi dan Nutrisi Masyarakat Di Tengah Pandemi,’ Jumat (10/9) yang lalu.