Dr. Eko Yulianto dari Pusat Riset Geoteknologi LIPI. (Ist)

Dr. Eko Yulianto: Sistim Peringatan Dini Gagal, Begini Cara Selamat dari Tsunami

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Selama ini diinformasiikan bahwa pemerintah telah memiliki sistim peringatan dini dari INA TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). Namun ternyata alat ini bermasalah dan tidak bisa diandalkan oleh masyarakat dalam menghadapi tsunami. Hal ini disampaikan Dr. Eko Yulianto dari Pusat Riset Geoteknologi LIPI kepada pers, Senin (20/9).

“Terus terang harus diakui sistim itu belum berjalan dengan baik. Sehingga kemudian masyarakat tidak bisa bergantung pada sistim itu. Dari beberapa kejadian sebenarnya sistim itu gagal dalam memberikan peringatan dini,” katanya.

Seandainya sistim itu bekerja seperti yang diharapkan maka menurutnya banyak tempat di Indonesia yang sesungguhnya tsunami itu begitu dekat dari daratan.

“Hanya butuh waktu kurang dari 10 menit dari gempa, tsunami akan mencapai daratan. Misalnya pantai di sebelah barat Sumatera, dari Simeuleu, Nias Mentawai Enggano. Semua pantai ini sangat dekat dengan sumber gempa,” katanya.

Hal yang sama juga menurutnya bisa terjadi pada pantai utara dari Bali, NTB sampai Kupang NTT. Karena di Indonesia timur ada thrust belt yang bisa memicu gempa dan tsunami seperti yang terjadi di Maumere tahun 1992. Daerah lainnya adalah di pantai barat dan Sulawesi dan kepulauan Maluku dan Papua.

“Sehingga masyarakat harus waspada dengan peringatan dini dari alam berupa guncangan gempa.

Sehingga jelasnya, pada tahun 2010 tsunami mencapai daratan dalam tempo 7-8 menit. Hal yang sama dengan kejadian tsunami di Selat Sunda dan di Palu.

“Waktu yang begitu pendek sehingga tidak mungkin di atasi oleh sistim peringatan dini yang kita miliki sekarang,” katanya.

Sistim Peringatan Mandiri

Sebelumnya, Dr. Eko Yulianto mengatakan bahwa yang bisa dijadikan peringatan dini tsunami adalah gempanya. Bukan kekuatan gempa yang menjadi tanda kedatangan tsunami, tetapi lama goncangannya.

“Jadi jika goncangannya lebih dari 30 detik maka itu berpotensi tsunami jika pusat gempanya di lautan. Kita harus segera menyelamatkan diri,” katanya dalam Konferensi Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) lewat zoom meeting, dengan tema ‘Bersiap Hadapi Ancaman Megathrust dan Tsunami’, Jumat, 17 September 2021 lalu.

Persoalannya menurutnya adalah gempa sering terjadi malam hari. Oleh karena dibutuhkan satu sistim peringatan dini yang dapat membangunkan orang yang sedang tidur.

“Oleh karena itu setiap rumah perlu memiliki sistim peringatan dini sendiri. Misalkan dengan menggunakan sebuah kaleng berisi kerikil atau kelereng diletakan dipinggir lemari yang akan terjatuh dan berbunyi keras jika ada guncangan,” katanya.

Dalam pengalaman gempa dan tsunami di Aceh dan Pangandaran, alam sebelumnya telah memberikan peringatan dini berupa suara dentuman, gemuruh angin, rombongan burung yang terbang, garis hitam muncul di cakrawala.

Berdasarkan pengalaman masyarakat dari gempa dan tsunami sejak Aceh 2004 hingga saat ini didapatkan Kata-kata kunci.dalam evakuasi dan mitigasi bencana yaitu abaikan harta. Berlarilah jangan menggunakan kendaraan. Jauhi sungai dan jembatan. Naiklah ke pohon, bangunan tinggi atau bukit terdekat. Kalau sempat terbawa oleh gelombang cari benda yang terapung sebagai pelampung. Kalau sedang berada di laut, jangan berlari ke darat.

“Tsunami dikenal dengan kereta gelombang. Gelombang pertama tidak terlalu besar dan cepat surut. Waspada gelombang berikutnya yang akan datang berulang ulang,” katanya pada forum Konferensi Nasional yang dihadiri relawan kesehatan, bidan dan dokter dari berbagai daerah di seluruh Indonesia,” katanya dalam Konferensi Nasional DKR yang dibuka oleh Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) sebagai Ketua Dewan Pembina DKR ini.

Sebelumnya, Konferensi Nasional DKR Jumat (20/8) bertemakan ‘Pandemi dan Bioterorisme’. Selanjutnya Konferensi Nasional DKR Jumat (27/8) yang bertemakan ‘Perlindungan Diri Menghadapi Covid-19’. Konferensi Nasional dilanjutkan dengan tema ‘Hak dan Kewajiban Rakyat Di Tengah Pandemi’ Jumat (3/9) yang kemudian diikuti Konferensi Nasional tentang ‘Peningkatan Gizi dan Nutrisi Masyarakat Di Tengah Pandemi,’ Jumat (10/9) yang lalu.