Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana didampingi Sesjampidum Yunan Harjaka dan para Direktur saat memberikan pengarahan penanganan perkara pidum secara virtual.(ist)

JAM Pidum: Jaksa Jangan Jadi “Buldoser” Orang Lain

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana meminta kepada para jaksa jangan menjadi “buldoser” orang lain dalam menangani perkara.

“Karena itu jangan jadikan perkara perdata menjadi perkara pidana hanya karena adanya pesanan. Tapi pelajari dengan cermat dan teliti berkas perkara,” kata Fadil saat memberikan pengarahan penanganan perkara Pidum secara virtual, Jumat (24/9).

Dia pun mengingatkan kepada para jaksa untuk selalu menjaga profesionalisme dan integritas dengan tidak menjadikan perkara sebagai komoditas dagangan. Selain itu jangan jual kehormatan harga diri demi uang.

“Laksanakan tugas penegakan hukum dengan tegas namun humanis,” ucapnya seraya mengingatkan para Direktur, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri agar selalu memperhatikan manajemen penanganan perkara secara profesional.

“Selain berpegang atau berpedoman kepada standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan dalam seluruh penanganan perkara,” tegas Fadil.

Oleh karena itu dia meminta agar tegakkan hukum secara tegas tanpa pilih kasih namun dengan tetap mengedepankan hati nurani. “Bila perkara memang tidak bisa dinyatakan lengkap, harus tegas menyatakan tidak bisa dinyatakan lengkap.”

Begitupun sebaliknya, ujar dia, bila memang harus dikembalikan dan diberi petunjuk maka beri petunjuk P.18 dan P.19. “Laksanakan Pedoman 3 Tahun 2019 secara komperehensif dan profesional,” katanya.

Dia pun menekankan agar para Kajati, Wakajati, Aspidum, Kajari dan para Kasi Pidum se-Indonesia harus jadi role model yang melaksanakan SOP sesuai tupoksi. “Berikan contoh perilaku yang baik dan tidak transaksional dalam penanganan perkara, dalam bentuk apapun,” ucapnya.

Fadil menyebutkan juga terkait pendelegasian kewenangan penanganan perkara dari Kajati kepada Wakajati bukan berarti pendelegasian tanggung jawab.  “Masalahnya jika ada permasalahan dalam penanganan perkara pidum tetap tanggung jawab Kajati.”

Dalam pengarahannya dia juga meminta para Kajati dan seluruh jajaran Kejaksaan agar menggunakan mekanisme penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif (RJ) secara profesional sesuai pedoman yang ada.

“Para Kajari agar secara aktif mendorong perkara yang tidak layak disidangkan berdasarkan hati nurani untuk dihentikan melalui keadilan restoratif,” ujarnya.(muj)