Kasus Korupsi Perum Perindo, Ini Modus dan Peran Ketiga Tersangka

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga tersangka  kasus dugaan korupsi di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) tahun 2016-2019 terkait dengan penerbitan utang jangka menengah atau Medium Term Note (MTN).

Salah satunya Wenny Prihatini mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo. Sedang tersangka lain Madani Nabil M Basyuni selaku Direktur PT Prima Pangan Madani) dan Lalam Sarlan selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur.

Namun bagaimana modus dan peran dari ketiga tersangka yang akhirnya ditahan Kejaksaan Agung. Ini awal ceritanya yaitu ketika Direktur Utama Perum Perindo dijabat SJ menerbitkan surat utang jangka menengah atau Medium Tern Note (MTN) pada tahun 2017.

“Penerbitan MTN dalam bentuk Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo tahun 2017- Seri A dan B tersebut dimaksudkan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap dalam rangka meningkatkan pendapatan perusahaan,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kamis (21/10).

Namun faktanya penggunaan dana MTN yang diperoleh sebesar Rp200 miliar  tidak sesuai peruntukkan. “Karena sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP,” tuturnya.

Hal itu terjadi ketika pada Desember 2017, jabatan Dirut Perum Perindo beralih kepada RS yang semula Direktur Operasional.. RS kemudian mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi P3 Ikan atau SBU FTP yang diikuti  IP (meninggal dunia) sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.

Kemudian ada beberapa perusahaan dan perseorangan direkomendasikan IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP.

Selain itu terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan. Antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa.

                                                                                             Transaksi-transaksi Fiktif

Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan adalah metode jual beli ikan putus. Namun dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha.

Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan, beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.



Leo menyebutkan akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, sehingga menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.

“Transaksi-transaksi fiktif tersebut kemudian menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp149 miliar,” tuturnya.

Dikatakannya proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan. Sedang untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan.

Sedangkan peran dari tersangka, kata Leo, yaitu WP selaku pimpinan Pengelola Divisi P3 Ikan atau SBU FTP tidak melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha sehingga penggunaan dana MTN seri A dan B tidak digunakan sesuai peruntukan.

Selain itu melakukan pengajuan modal usaha perdagangan tanpa adanya proposal usaha, analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangannya. Juga melakukan kerja sama pengolahan ikan tanpa ada studi kelayakan kerja sama.

Serta melakukan usaha perdagangan ikan tanpa ada berita acara serah terima barang dan tanpa ada laporan jual beli ikan. “Tersangkajuga tidak melakukan pengecekan dan verifikasi kebenaran data supplier dalam melakukan pembayaran,” ucap juru bicara Kejagung ini.

Sementara peran tersangka NMB dan LS yaitu selaku buyer dari pihak swasta bersama Perum Perindo mendapatkan pendanaan yang tidak sesuai peruntukan dana MTN seri A dan B.

Keduanya juga membuat seolah–olah ada supplier ikan yang memasok kebutuhan ikan kepada PT Kemilau Bintang Timur dan PT Prima Pangan Madani. “Serta membuat nota pembayaran atau invoice fiktif dan membuat surat jalan barang fiktif,” ujar Leo.(muj)