JAKARTA Independensi.com) – Kejaksaan Agung tarik Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat DH sebagai buntut penanganan kasus Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Valencya alias Nengsy Lim.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (15/11) malam mengatakan penarikan DH ke Kejagung guna memudahkan pemeriksaan fungsional yang bersangkutan oleh Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (JAM Was).
“Para jaksa yang menangani perkara tersebut juga akan dilakukan pemeriksaan fungsional yang akan dilakukan oleh JAM Was,” tutur Leo demikian biasa disapa dalam jumpa pers secara virtual.
Dia menyebutkan sebelumnya dari hasil eksaminasi khusus yang dilakukan tim JAM Was menemukan dari tahap prapenuntutan hingga tahap Penuntutan, baik dari Kejari Karawang maupun Kejati Jawa Barat tidak memiliki “Sense of Crisis” atau Kepekaan.
“Selain tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum Tanggal 3 Desember 2019,” ungkapnya.
Pada ketentuan Bab II pada Angka 1 butir 6 dan butir 7 bahwa Pengendalian Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum dengan Prinsip Kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4).
Dari hasil eksaminasi, tutur Leo, ditemukan juga JPU pada Kejari Karawang sempat menunda pembacaan tuntutan sebanyak empat kali, dengan alasan kepada Majelis Hakim rentut belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Padahal, tutur Leo, rentut baru diajukan Kejari Karawang ke Kejati Jawa Barat pada 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejati Jawa Barat pada 29 Oktober 2021. “Sedangkan persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan Nota Telepon per tanggal 3 November 2021. Namun pembacaan tuntutan pidana oleh JPU pada tanggal 11 November 2021,” ungkapnya.
Temuan lain, kata Leo, yaitu tidak dipedomaninya Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana. Selain tidak mempedomani tujuh Perintah Harian Jaksa Agung yang merupakan norma/kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara terdakwa Valencya.
“Sehingga mengingkari norma atau kaidah, dan ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan,” ujar juru bicara Kejaksaan Agung ini.
Seperti diketahui sidang terdakwa Valencya menjadi viral setelah dia dituntut satu tahun penjara oleh JPU karena dianggap terbukti melanggar pasal 45 ayat (1) jo pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggara,
Bunyi Pasal 45 ayat (1) yaitu Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000 (Sembilan Juta Rupiah).
Terdakwa dituntut JPU karena dianggap melakukan perbuatan kekerasan psikis yaitu sering marah-marah terhadap suaminya yaitu Chan Yu Ching. Sementara Valencya mengaku marah-marah terhadap suaminya, karena kalau pulang ke rumah suaminya selalu dalam keadaan mabok.
Setelah kasus terdakwa ramai diberitakan dan menjadi viral, Jaksa Agung langsung merespon cepat dengan memerintahkan JAM Pidsus Fadil Zumhana segera melakukan Eksaminasi Khusus,
Selanjutnya JAM Pidum pada hari Senin ini bergerak cepat dengan mengeluarkan Surat Perintah JAM Pidum untuk melakukan Eksaminasi Khusus terhadap penanganan perkara terdakwa Valencya alias Nengsy Lim.
“Eksaminasi khusus tersebut dilaksanakan di Gedung JAM Pidum sejak pagi hari hingga sore, dengan mewawancarai sembilan orang. Baik dari Kejati Jawa Barat, Kejari Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum (P-16 A),” ungkap Leo.
Dia menambahkan berdasarkan hasil temuan eksaminasi Khusus hari ini maka disimpulkan untuk penanganan perkara terdakwa Valencya alias Nengsy Lim dan terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung JAM Pidum karena telah menarik perhatian masyarakat dan Pimpinan Kejaksaan.(muj)