JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa di masa pandemi Covid-19, sektor pertanian telah menunjukkan ketangguhannya sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan ke-7 Tingkat Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan negara-negara D-8 yang diselenggarakan secara virtual.
“Saat puncak pandemi pada tahun 2020, dibandingkan dengan kontribusi sektor lainnya, PDB sektor pertanian tercatat paling tinggi sebesar 16,24% meskipun PDB nasional mengalami kontraksi sebesar -4,19%. Para petani juga masih diuntungkan karena NTUP tahun 2020 yang meningkat 0,51% dari tahun sebelumnya”, jelas SYL.
Namun, ketergantungan sektor pertanian terhadap kondisi alam pun tidak dapat dipungkiri. Sektor pertanian sangat sensitif terhadap dampak perubahan iklim, karena bertumpu pada siklus air dan cuaca untuk menjaga produktivitasnya. Maka pemilihan tema terkait iklim dalam pertemuan negara D-8 kali ini merupakan hal yang tepat.
“Saya memandang pemilihan tema Pengembangan Climate Smart Agriculture (CSA) sangat tepat sebagai isu prioritas bagi negara D-8 di tengah situasi pertanian global yang menghadapi tekanan akibat perubahan iklim,” ungkap Mentan lebih lanjut.
Mentan mencatat terdapat setidaknya empat inovasi kunci dalam CSA, yakni pengelolaan dan pemanfaatan air secara lebih efisien dan berkelanjutan, perbaikan dalam pengelolaan hara dan pupuk, penerapan biofortifikasi pada tanaman pangan utama nasional, serta penerapan inovasi dan teknologi untuk menekan kehilangan hasil dan limbah pangan/Food Loss and Waste (FLW).
“Beberapa inovasi yang telah kami terapkan, diantaranya adalah mendorong implementasi Good Handling Practices (GHP); perbaikan kualitas ruang penyimpanan hasil panen; dan penerapan teknik pemanenan yang lebih baik melalui perbaikan desain mesin panen serta memberikan pelatihan bagi operator dan bimbingan teknis bagi petani”, jelas SYL lebih lanjut.
Terakhir, Mentan memastikan komitmen Indonesia yang siap berbagi pengalaman dengan seluruh anggota D-8. “Saya berharap melalui forum kerjasama ini kita dapat memperkuat sinergitas dalam mendorong adopsi inovasi dan teknologi CSA untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara luas khususnya di negara-negara angota D-8 dan dunia internasional pada umumnya,” pungkasnya.
Negara D-8 atau Developing Eight sendiri merupakan kelompok delapan negara berkembang yang memiliki mayoritas penduduk Muslim yang awalnya dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerjasama Islam). Dalam perkembangannya, negara D-8 kemudian bertransformasi menjadi kelompok negara yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggotanya melalui pembangunan ekonomi dan sosial serta justru tidak bersifat eksklusif keagamaan. Adapun anggota negara D-8 adalah Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, Turki, serta Indonesia.