JAKARTA (Independensi.com) – Tiga mantan perwira tinggi TNI yang pernah menjabat di Kementerian Pertahanan diperiksa tim jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur, Senin (7/2).
Salah satu dari ketiganya yang diperiksa sebagai saksi adalah mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan yaitu Laksamana Madya TNI (Purn) AP.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan dalam pemeriksaan saksi Laksamana Madya TNI (Purn) AP antara lain diperiksa terkait proses penyelamatan slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
“Selain juga keikutsertaan dalam Operator Review Meeting (ORM XVII Pertama dan Kedua) di London, serta Kontrak Sewa Satelit Floater dengan Avanti Communication Limited,” tutur Leo demikian biasa disapa, Senin (7/2) malam.
Adapun dua saksi lainnya yaitu mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. L M.Sc dan mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Laksamana Pertama TNI (Purn) L.
Kedua saksi, ujar Leo, sama-sama diperiksa terkait proses penyelamatan slot orbit 123 derajat Bujur Timur dan khusus kontrak pengadaan Satelit L-Band dengan Air Bus.
“Selain diperiksa terkait pengadaan Ground Segment dengan Navayo maupun Jasan Konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente dan Telesat,” ungkapnya.
Leo menyebutkan para saksi tersebut diperiksa tim jaksa penyidik pidana khusus terkait dengan apa yang saksi dengar, lihat dan alami sendiri.
“Guna menemukan fakta hukum tentang dugaan korupsi dalam pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021,” kata juru bicara Kejakaan Agung ini.
Seperti diketahui Kejagung mulai menyidik kasus pengadaaan satelit di Kementerian Pertahanan berdasarkan surat perintah penyidikan dari Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Print 08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.
Penyidikan dilakukan setelah sebelumnya di tahap penyelidikan ditemukan adanya beberapa dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengadaannya.
“Antara lain saat kontrak dilakukan anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemenham tahun 2015,” ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah dalam jumpa pers bersama JAM Pidmil Laksda TNI Anwar Saadi di Kejaksaan Agung, Jakara, Jumat (14/1).
Selain itu, tuturnya, adanya penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited pada tahun 2016 yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh pihak Kemenham.
“Karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu selama tiga tahun dapat digunakan. Jadi sebenarnya masih ada tenggang waktu tiga tahun. Tapi dilakukan penyewaan,” ucapnya.
Dikatakannya juga satelit yang disewa ternyata tidak berfungsi dan spesifikasinya tidak sama dengan yang lama. “Sehingga ada indikasi kerugian negara sebesar Rp500 miliar dan ada potensi sebesar 20 juta dolar AS karena ada gugatan melalui arbitrase.”(muj)