JAKARTA (Independensi) – Kelangkaan minyak goreng di dalam negeri belakangan ini diduga juga akibat ulah eksportir ilegal yang menyelundupkan ke luar negeri dengan modus memalsukan isi dokumen dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan dalam PEB pihak eksportir melakukan kamuflase dengan menyebutnya sebagai sayur untuk mengelabui aparat Bea dan Cukai.
“Karena pihak eksportir tidak memiliki kuota ekspor minyak goreng,” ungkap Boyamin dalam keterangan tertulis yang diterima Independensi.com Kamis (17/3).
Dia menyebutkan terkait dugaan penyelundupan minyak goreng melalui Pelabuhan Tanjung Priok tersebut MAKI sudah melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada hari ini melalui sarana online bidang Pidana Khusus.
“Dalam laporan kami juga lampirkan foto dugaan penyelundupan minyak goreng ke luar negeri minyak,” tuturnya seraya menyebutkan laporan MAKI kepada Kejati DKI Jakarta untuk memperkuat laporan kepada Kejaksaan Agung 13 Marer 2022.
“Adapun laporan ke Kejagung terhadap eksportir CPO (bahan minyak goreng ). Sedangkan ke Kejati adalah eksportir minyak goreng. Pemain besar jatah Kejagung. Pemain menengah jatahnya Kejati DKI Jakarta,” ujar Boyamin.
Berkali-kali Lipat
Dia menyebutkan dalam kaitan dugaan penyelundupan minyak goreng melalui pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 23 kontainer telah terkirim ke luar negeri dan hanya tersisa satu kontainer.
Pihak eksportir ilegal, tutur Boyamin, sebelumnya memperoleh minyak goreng dengan cara membeli dengan harga murah barang dari pedagang besar atau produsen yang semestinya dijual kepada masyarakat dalam negeri.
“Tapi nyatanya dijual ke luar negeri dengan harga tiga sampai empat kali lipat. Sehingga berpengaruh atas kelangkaan dan mahalnya minyak goreng dalam negeri,” ungkapnya.
Dia menyebutkan harga pasaran minyak goreng dalam negeri Rp120 ribu hingga Rp. 150 ribu untuk kemasan 5 liter. “Tapi dijual ke luar negeri dengan harg Rp450 ribu sampai Rp520 ribu untuk kemasan yang sama. Sehingga mereka untung tiga sampai empat kali lipat.”
Untuk kasus pelaporan ini, ungkap Boyamin, keuntungan kotor eksportir ilegal perkontainer diduga sekitar Rp511 juta. Sedangkan jika dikurangi biaya pengurusan dokumen dan pengiriman barang maka keuntungan bersih sekitar Rp450 juta per kontainer dengan tujuan Hongkong.
“Sehingga keuntungan bersih untuk 23 kontiner diduga sebesar Rp10,350 miliar,” ucapnya seraya menyebutkan berdasarkan data diperoleh MAKI dari pihak internal pelabuhan Tanjung Priok penyelundupan diduga dilakukan periode Juli 2021-Januari 2022.
Penyelundupan, kata Boyamin, diduga dilakukan PT AMJ bersama PT NLT dan PT PDM dengan jumlah minyak goreng sebanyak 7.247 karton dalam bentuk kemasan 5 liter, 2 liter, 1 liter dan 620 mililiter dengan rincian dari 22 Juni 2021 hingga 1 September 2021.
Selain itu berdasarkan sembilan dokumen PEB sebanyak 2.184 Karton minyak goreng kemasan merek tertentu dari 6 September 2021 hingga 3 Januari 2022. Juga terdapat data 23 dokumen PEB sebanyak 5.063 Karton minyak goreng kemasan merek tertentu dengan menggunakan 32 kontainer ke berbagai negara tujuan, antara lain Hongkong dan lain-lain.
“Data ini telah diserahkan ke Kejati DKI Jakarta untuk memperkuat penyelidikan oleh Pidsus Kejati yang dimulai sejak 15 Maret 2022. Sehingga dengan adanya tambahan data ini semoga Kejati segera meningkatkan ke penyidikan sekaligus menetapkan tersangka,” ucap Boyamin.
Dia mengatakan MAKI akan mengawal penanganan kasus penyelundupan minyak goreng tersebut, dan akan mengajukan praperadilan jika proses penanganannya lambat atau mangkrak. (muj)