Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) pada Kejaksaan Agung.(foto/muj/independensi)

JPU Optimis Mahkamah Agung Kabulkan Kasasinya Terkait Pembunuhan Anggota FPI di Tol Km 50

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Tim Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan optimis Mahkamah Agung akan mengabulkan permohonan kasasinya dan menghukum dua terdakwa oknum polisi yang didakwa membunuh anggota Front Pembela Islam (FPI) di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.

“Kita kasasi karena tentunya optimis Mahkamah Agung akan mengabulkan permohonan kasasi yang kita ajukan,” kata Ketua Tim JPU Rudi Irmawan kepada Independensi.com di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (5/4).

Rudi menyebutkan juga rencananya Tim JPU gabungan pada JAM Pidum dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan besok akan menyerahkan memori kasasi yang sudah disusun kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Memori kasasinya baru besok akan kita serahkan ke pengadilan, setelah kami sebagai JPU secara resmi kasasi atas putusan pengadilan pada Jumat (24/3) lalu,” kata Kasubdit Penuntutan pada Direktorat Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Tipiter Oharda) pada JAM Pidum ini.

                                                                                        Hakim Tidak Cermat

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana belum lama ini mengatakan ada sejumlah alasan Tim JPU kasasi atas putusan hakim yang memutus kedua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin lepas dari tuntutan hukum.

Tim JPU, kata dia, antara lain menilai  hakim tidak cermat menerapkan hukum pembuktian dan terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat bukti keterangan saksi-saksi, ahli, surat yang telah dibuktikan dan dihadirkan Penuntut Umum di persidangan.

“Sehingga hakim membuat kesimpulan perbuatan kedua terdakwa dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primair dikarenakan pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excess),” ucapnya.

Alasan lain, tutur dia, pertimbangan hakim dalam putusannya didasarkan rangkaian kebohongan atau cerita karangan yang dilakukan kedua terdakwa yang tidak didasarkan atas keyakinan hakim itu sendiri dan alat bukti.

Kemudian juga, kata Sumedana, putusan hakim terdapat kesalahan-kesalahan yang termasuk dalam ketentuan dari pasal 253 ayat (1) KUHAP sebagai syarat pemeriksaan kasasi.

“Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Umumnya mengenai hukum pidana materiil atau mengenai unsur-unsur pasal tindak pidana yang dibuktikan di persidangan termasuk di dalamnya mengenai hukum pembuktian yaitu penggunaan alat-alat bukti dan nilai kekuatan pembuktiannya untuk memenuhi unsur-unsur pasal tindak pidana,” ujarnya.

Kemudian, tuturnya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, (vide Pasal 253 ayat (1) huruf b KUHAP) uraian permasalahannya mengenai hukum acara pidana yang umumnya terkait tata cara persidangan.

“Selain itu apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya yang berhubungan dengan kompetensi pengadilan baik absolut maupun relatif (vide Pasal 84, 85, dan 86 KUHAP),” kata dia.

Seperti diketahui majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diketuai Muhammad Arif Nuryanta memutuskan kedua terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana didalam dakwaan Primair melanggar Pasal 338 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun perbuatan keduanya   menurut majelis hakim karena pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excees). Sehingga kedua terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenar dan pemaaf.

Oleh karena itu majelis hakim memutuskan melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan hukum, serta memulihkan harkat dan martabat serta kedudukan kedua terdakwa. Sebelumnya kedua terdakwa dituntut Tim JPU masing-masing enam tahun penjara.(muj)