Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.(foto/muj/independensi)

Kejagung Pertimbangkan Ajukan PK Putusan Bebas Eks Bos OJK Fakhri Hilmi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung mempertimbangkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi yang memutus bebas mantan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana ada sejumlah alasan hukum sehingga Jaksa Agung mempertimbangkan usulan Tim Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan upaya hukum PK.

“Selain kejaksaan kini berwenang mengajukan PK sebagaimana diatur Undang-Undang Kejaksaan yang baru dalam pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,” kata Sumedana, Senin (11/4) malam.

Dia menyebutkan sejumlah alasan hukum tersebut antara lain terdakwa dalam putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dinyatakan terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan JPU.

“Sedangkan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung, terdapat alasan atau pertimbangan hukum yang berbeda. Yaitu terdakwa dinyatakan tidak terbukti atau lepas dari segala tuntutan hukum,” tuturnya.

                                          Dissenting Opinion

Selain itu, kata dia, dalam utusan Kasasi MA yang membebaskan terdakwa ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara hakim yang mengadili maupun memeriksa dan memutuskan perkara tersebut.

“Salah satu anggota majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” ucap juru bicara Kejaksaan Agung ini.

Alasan hukum lainnya, tutur Sumedana, dalam putusannya hakim MA menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya. “Karena berkesimpulan terdakwa FH telah melaksanakan Standard Operating Procedure (SOP) secara benar.”

Padahal, kata dia, jika FH  telah benar melaksanakan SOP maka tidak terjadi kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

“Perlu diketahui juga terdakwa FH tidak memberikan sanksi secara tegas atas hasil pengawasan yang dilakukan sehingga menyebabkan kerugian selama 10 tahun dan terakumulasi sebesar Rp 16,8 Triliun,” ungkap Sumedana.

Dikatakannya  untuk upaya hukum PK tersebut Kejaksaan akan lebih dulu mempelajari dan mengkaji putusan tersebut setelah menerima putusan lengkapnya dari Mahkamah Agung.

Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus Jiwasraya menyatakan Fakhri Hilmi terbukti bersalah dan menghukumnya enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan, pada 17 Juni 2021.

Kemudian Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding memperberat hukuman Fakhri menjadi delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan pada 27 September 2021.(muj)