MAKI Dorong Kejagung Usut Dugaan Penyimpangan Lain Terkait Kasus CPO

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Kejaksaan Agung untuk mengusut dan menuntaskan dugaan pelanggaran atau penyimpangan lainnya terkait kasus Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dan produk turunannya.

“Karena dugaan pelanggaran dan penyimpangan lain terkait CPO dan produk turunannya tersebut berpotensi hilangnya pendapatan negara atau merugikan keuangan negara,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Jumat (30/4).

Dia menyebutkan pintu masuknya antara lain kasus ekspor CPO di Lampung dan Kalimantan yang diduga dikamuflase sebagai limbah. “Sama seperti ditangani Kejati DKI Jakarta yaitu ekspor minyak goreng yang dikamuflase sebagai sayuran sehingga tidak membayar bea keluar.”

Kemudian, katanya, terkait Pajak Pertambangan Nilai (Ppn) yang tidak dikenakan pada ekspor CPO dan pungutan dana minyak kelapa sawit oleh negara melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Memang untuk ekspor CPO yang tidak dikenakan Ppn masih menjadi perdebatan. Tapi saya minta Kejaksaan Agung mengkajinya. Apakah Ppn tidak dikenakan pada ekspor CPO sesuatu yang tidak salah? atau dugaan pelanggaran atau korupsi,” kata Boyamin.

Sedangkan, tutur dia, terkait pungutan dana kelapa sawit oleh BPDPKS yang sebagian disubsidi kepada perusahaan swasta pengelola CPO untuk diolah menjadi Bio Solar, diduga digunakan atau dipakai sesuatu yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan.

Dana-dana tersebut, ujarnya, seperti pernah disampaikan Masinton Pasaribu anggota DPR dari PDI Perjuangan diduga menjadi bancakan. “Saya sudah diberikan datanya dan telah saya serahkan kepada Kejaksaan Agung untuk juga dibuka,” ujarnya.

Selain itu, ungkap dia, ada beberapa pengusaha dapat izin penggunaan hutan atau alih fungsi hutan untuk ditanami kelapa sawit. “Tapi setelah dapat Hak Guna Usaha dipakai untuk meminjam uang ke bank yang kemudian macet dan uangnya diduga dilarikan ke luar negeri.”

Sementara, tuturnya, lahan yang katanya ditanami kelapa sawit ternyata ditelantarkan dan tidak panen. “Lokasinya di Sumatera Selatan,” ucap Boyamin seraya menyebutkan dugaan korupsi bisa juga muncul jika pinjaman kredit yang macet tersebut terjadi pada bank BUMN sehingga bisa merugikan keuangan negara.

“Kalau pun bank swasta juga bisa merugikan. Karena izin negara untuk HGU tadi sulit dicabut, sebab dijadikan jaminan bank. Kalau bukan jaminan bank kan gampang dicabut dan diberikan ke orang lain, ” ucap Boyamin

                                                                   Tersangka Potensi Bertambah

Oleh karena itu Boyamin meyakini jika Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mau menuntaskan kasus ekspor CPO dan produk turunannya maka jumlah tersangka berpotensi bertambah selain empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangkanya.

“Karena prinsipnya korupsi tidak mungkin dilakukan satu atau dua orang saja, dan potensi bertambahnya tersangka masih memungkinkan dari hasil proses penyidikan hingga persidangan,” tuturnya.

Namun dia tidak bisa menyebutkan orang perorang atau pelaku yang diduga terlibat kasus tersebut. “Karena itu kewenangan Kejaksaan Agung yang tetap harus dihormati. Meskipun saya tahu atau tidak tahu pelakunya.”

Kejagung seperti diketahui telah menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor CPO yang berbuntut langka dan mahalnya minyak goreng di dalam negeri, Rabu (19/4).

Salah satunya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yaitu IWW. Sedangkan tiga tersangka lain yaitu MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI), SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) dan TS selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas (MM).

Ke empatnya pun ditahan yaitu tersangka IWW dan MPT ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan tersangkaSM dan TS di tahan Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.(muj)