JAKARTA (Independensi.com) – Guna membuat terang benderang dan sekaligus mencari tersangka dugaan korupsi dalam pembelian tanah milik PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC) oleh PT Adhi Persada Realti (APR), Kejaksaan Agung yang menyidik kasus tersebut pada Senin (20/6) ini memeriksa empat orang saksi.
Ke empatnya antara lain saksi VSH selaku Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sedangkan tiga saksi lainnya yaitu saksi W, LD dan ID merupakan Staf Notaris/PPAT dari VSH.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, Senin (20/6) pemeriksaan terhadap ke empat saksi oleh tim jaksa penyidik untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus tersebut.
Sumedana menyebutkan saksi VSH selaku Notaris diperiksa sebagai pihak yang melakukan perikatan Perjanjian Jual Beli tanah seluas 20 hektar tanggal 31 Mei 2012 antara PT CIC dan PT APR dengan objek tanah terletak di Jalan Raya Limo–Cinere Desa/Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok.
“Sedangkan saksi W dan LD diperiksa karena sama-sama membantu saksi VSH dalam membuat akta yang berkaitan dengan jual beli tanah Limo-Cinere antara PT APR dengan PT CIC,” ujarnya.
Antara lain, kata dia, meliputi Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 73 tanggal 31 Mei 2012, Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 41 tanggal 12 Oktober 2012 dan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 42 tanggal 12 Oktober 2012.
Kemudian, ujarnya, Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 43 tanggal 12 Oktober 2012; Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 35 tanggal 14 Agustus 2012, Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 50 tanggal 30 Agustus 2012 serta Akta Pembatalan Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 39 tanggal 15 Maret 2013.
“Sedangkan saksi lainnya yaitu ID diperiksa karena berstatus sebagai saksi di dalam akta yang berkaitan dengan jual beli tanah Limo-Cinere antara PT APR dan PT CIC. Namun saksi tidak pernah melihat atau mengetahui isi akta-akta tersebut,” ucap Sumedana.
Kejaksaan Agung seperti diketahui menyidik kasus pembelian tanah oleh PT APR anak usaha dari PT Adhi Karya berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Print-35/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 6 Juni 2022.
Kasusnya berawal ketika PT APR membeli tanah PT CIC seluas 20 hektar di daerah Cinere-Limo, Depok untuk perumahan atau apartemen. Namun, kata Sumedana, tanah yang dibeli PT APR tidak memiliki akses ke jalan umum dan harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.
Selain itu, tuturnya, berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat tanah masih tercatat atas nama PT Megapolitan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 46 dan atas nama Sujono Barak Rimba dengan SHM Nomor 47.
Padahal, ungkapnya, PT APR telah membayar kepada PT CIC melalui rekening notaris diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT CIC dan dana operasional.
Sedangkan atas pembayaran tersebut, kata Sumedana, PT APR baru memperoleh sebagian tanah yang dibeli sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 12.595 meter atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.
“Sementara tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain atau masih status sengketa. Sehingga sampai saat ini tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan dan terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT APR dari PT CIC.” (muj)