SAMOSIR (Independensi.com) -Taganing merupakan salah satu jenis alat musik Batak Toba, yang terdiri enam buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu.
Produksi alat musik ini masih dilakukan secara tradisional hingga hari ini. Pembuatan satu set alat musik ini biasanya memakan waktu 1 – 2 bulan.
Jahanum Sinurat salah satu pegiat musik taganing yang juga merupakan pengrajin alat musik taganing ini menjelaskan bahwa kayu yang dipilih merupakan kayu pilihan.
“Kayu yang kita gunakan bukan kayu biasa. Kalau mau buat taganing harus menggunakan kayu nangka yang bagus (pilihan) ” kata Jahanum Sinurat yang merupakan pengrajin taganing.
Bapak 4 orang anak ini juga menjelaskan setelah pemilihan batang kayu nangka berwarna kuning yang sudah minim kandungan airnya dilubangi bagian tengahnya.
“Batang kayu nangka berwarna kuning yang sudha minim kandungan airnya dilubangi bagian tengahnya.
Setelah proses pelubangan selesai selanjutnya pengrajin akan beralih ke bagian luar dan mengamplas hingga halus.
Jika Gendang sudah setengah jadi, maka proses selanjutnya adalah memasang kulit hewan di kedua sisi Gendang, biasanya kulit yang kami gunakan adalah kulit sapi, lembu atau pun kerbau.
Penggunaan kulit kerbau biasanya bertujuan untuk menghasilkan suara Bam (suara rendah), sedangkan penggunaan kulit sapi bertujuan untuk menghasilkan suara Chang (suara tinggi).
Kulit hewan tersebut kemudian diikat di salah satu atau kedua sisi Gendang dengan menggunakan tali rotan atau kawat.” jelas bapak 4 orang anak ini.
Selanjutnya dia juga menjelaskan untuk mengubah tinggi rendahnya suara yang dihasilkan, pemain dapat mengencangkan atau mengendurkan tarikan tali rotan yang mengikat kulit Gendang.
Semakin kencang ikatan maka semakin tinggi suara yang dihasilkan, dan semakin kendur tali ikatan maka semakin rendah suara yang dihasilkan.
“untuk mengubah tinggi rendahnya suara yang dihasilkan, pemain dapat mengencangkan atau mengendurkan tarikan tali rotan yang mengikat kulit Gendang. Semakin kencang ikatan maka semakin tinggi suara yang dihasilkan, dan semakin kendur tali ikatan maka semakin rendah suara yang dihasilkan.” lanjutnya.
“Tidak semua orang bisa membuat taganing. Harus mengerti nada dan karakter bunyi dari taganing itu.” tambah Bapak yang berusia 50 tahun ini.
“Saya berharap adanya peran dari pemerintah untuk mendukung pengrajin taganing seperti saya. Misalnya dari pemodalan sampai membantu untuk memasarkan taganing yang sudah selesai dikerjakan.
Biasanya kami mengerjakan kalau ada yang memesan, kalau tidak ada ya kami tidak berani membuat.” kata Bapak yang berasal dari Desa Ronggurnihuta Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara ini.(Carter Silverius Sitanggang)