JAKARTA (Independensi.com) – Mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel yakni FB akhirnya ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya dan kemudian ditahan Kejaksaan Agung. Meskipun untuk FB hanya berstatus tahanan kota.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana pun mengungkapkan modus kasus korupsi yang menjerat para tersangka, Senin (18/7) yaitu berawal ketika PT KS pada tahun 2011-2019 ingin membangun Pabrik Blast Furnace Complex yaitu pabrik yang melakukan proses produksi besi cair (hot metal) dengan menggunakan bahan bakar batubara (kokas).
“Tujuannya untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah karena dengan menggunakan bahan bakar gas, maka biaya produksi lebih mahal,” tutur Sumedana.
Direksi PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2007 kemudian menyetujui pengadaan pembangunan pabrik BFC dengan bahan bakar batubara dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun hot metal.
Adapun pemenang lelang proyek pekerjaan pembangunan BFC atau kontraktornya yaitu MCC CERI konsorsim dengan PT Krakatau Engineering. Sedangkan nilai kontrak pembangunan pabrik dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 Triliun. Namun hingga addendum ke empat membengkak menjadi Rp 6,9 Triliun.
Dikatakan Sumedana bahwa ternyata dalam pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan telah terjadi penyimpangan. “Selain hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan,” tuturnya.
Dia menyebutkan akibat perbuatan para tersangka diduga merugikan keuangan negara sebesar senilai kontarak Rp6,9 triliun. Adapun para tersangka yakni FB, ASS, BP, HW dan MR dalam kasus ini disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(muj)