JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana kembali menyetujui penghentian penuntutan delapan kasus tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice.
Persetujuan tersebut diberikan setelah dilakukan gelar perkara atau ekspose secara virtual oleh Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice, Rabu (10/8)
Kapuspenkum Kejaksan Agung Ketut Sumedana mengatakan gelar perkara dihadiri JAM Pidum, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Agnes Triani, Koordinator pada JAM Pidum, Kepala Kejaksaan Tinggi serta Kasubdit dan Kasi Wilayah Direktorat TP Oharda.
Sumedana mengatakan ke delapan kasus atau berkas perkara yang dihentikan penuntutannya antara lain dari Kejaksaan Negeri Tanah Laut dengan tersangka Untung Gunawan bin Alson Rusnadi Putra yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kemudian dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir dengan tersangka David Tra bin Ibrahim yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dari Kejaksaan Negeri Kepahiang dengan tersangka M Fachrul Iklas alias Fahrul bin Tamrin Tasir yang d
disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Selain itu dari Kejaksaan Negeri Batu dengan tersangka Dwi Fitakul Nurhada yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Dari Kejaksaan Negeri Pacitan dengan tersangka Fidi Rahmanto bin Isnadi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak dengan tersangka Sri Dende Kriswardana anak dari Maulan Suroso (alm) yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Dari Kejaksaan Negeri Palopo dengan tersangka Muliadi alias Papa Hasan bin Jamal Silenang yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Serta dari Kejaksaan Negeri Maros dengan tersangka Eko Triyono alias Ekko bin Madmireja yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Sumedana mengatakan alasan penghentian penuntutan ke delapan kasus tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian.
“Dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,” ujarnya.
Dia menambahkan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun dan juga tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” ucapnya seraya menyebutkan juga tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis, ucap dia, masyarakat merespon positif dan selanjutnya JAM-Pidum memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (muj)