LAMPUNG (Independensi)- Anggota DPR RI dari Dapil Lampung II Itet Tridjajati Sumarijanto merupakan politisi yang concern pada perjuangan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Tokoh yang akrab disapa Bunda Itet itu tak segan bersuara untuk membela hak-hak warga minoritas dalam berkeyakinan atau beribadah.
Akhir tahun lalu, misalnya, Itet mengecam keras tindakan sekelompok orang yang melakukan persekusi terhadap jemaat Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) Tulangbawang, guna mempersoalkan perizinan Gereja di Desa Banjar Agung, Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung.
Itet menegaskan, masuknya kelompok intoleran di Tulang Bawang yang mendatangi umat GPI untuk mempersoalkan izin rumah ibadah yang sudah ada sejak 1998, jelas telah melanggar hukum, khususnya Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM).
“Intoleransi itu tidak menghormati Pancasila, sebagai ideologi/falsafah bangsa dan negara Indonesia,” ujar Itet.
Itet pun mendesak Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah, atau yang secara resmi dikenal sebagai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, dicabut.
Itet menegaskan, SKB 2 Menteri tersebut menghalangi kebebasan beragama. Sebab, isinya antara lain adalah pendirian rumah ibadah harus ada tanda tangan 60 orang dari warga di lingkungannya.
“Itu sudah mengunci kebebasan beragama, yang diatur oleh negara atau mayoritas,” tegas Itet.
Itet melanjutkan, bagi kelompok minoritas yang ingin mendirikan rumah ibadah, untuk mendapat tanda tangan 60 warga yang mayoritas pasti sulit. Sebab warga minoritas jumlahnya relatif sangat sedikit, dan rumahnya tersebar jauh.
Dalam hal kebebasan beragama, Itet menegaskan negara atau pemerintah tidak berkeadilan
“Pemerintah yang dimaksud disini bukan hanya dari pusat, melainkan juga dari tingkat yang paling rendah seperti kelurahan, desa, kepala kampung sampai dengan RT dan RW,” tegasnya.
Itet juga peduli pada hak-hak penganut agama asli Nusantara, atau yang lebih dikenal sebagai penghayat kepercayaan. Selama ini, hak-hak para penghayat kepercayaan diabaikan karena keyakinan mereka tidak diakui negara.
Itet menegaskan, berbagai Kepercayaan warisan leluhur yang masih eksis di negeri ini, harus diakui secara resmi oleh negara. Kepercayaan-kepercayaan itu antara lain Sunda Wiwitan, Kejawen, Parmalim, Kaharingan dan lainnya.
“Saya sejak menjadi anggota Komisi VIII DPR dulu, sudah memperjuangkan agar kepercayaan-kepercayaan warisan leluhur ini diakui secara resmi,” ungkap Itet
Itet mengungkapkan, menurut Edward Burnett Tylor, seorang antropolog dari Inggris, kepercayaan adalah bagian dari kebudayaan.
Maka, sambung Politisi PDI Perjuangan itu, pengakuan secara resmi terhadap kepercayaan-kepercayaan warisan leluhur itu, merupakan bagian dari upaya melestarikan kebudayaan Nusantara.
“Dan pengakuan secara resmi terhadap kepercayaan-kepercayaan Nusantara itu penting, agar para warga penganut nya bisa memperoleh bantuan sosial dari negara,” tambah Anggota DPR RI dari Dapil Lampung II itu. (Hiski Darmayana)