Kemendikbudristek RI Dukung DKR: Kuota Minimal 15% Untuk Siswa Miskin Sekolah Negeri

Loading

DEPOK (Independensi.com) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi Republik Indonesia atau Kemdikbudristek RI, menegaskan bahwa jumlah kuota untuk siswa miskin sebesar-besarnya sesuai kebutuhan yang ada. Demikian disampaikan oleh ketua DKR Kota Depok Roy Pangharapan kepada media melalui rilisnya pada Kamis (25/8).

Dalam audensi ke Kemendikbudristek RI, pada Rabu (24/8) DKR menyampaikan keluhannya atas dibatasinya siswa miskin untuk sekolah di sekolah negeri. Akibatnya DKR harus melakukan demonstrasi agar siswa tersebut bisa Sekolah.

“Ya tadi DKR telah mengadakan audensi dengan Kemendikbudriset, dan menyampaikan keluhan soal minimnya kuota untuk siswa miskin,” ujar Roy Pangharapan.

Namun dalam audensi dengan Kemendikbudriset, yang diwakili oleh Any Sayekti, SH, MA, Analis Hukum Ahli Muda/Subpokja Regulasi dan Advokasi Hukum, menegaskan bahwa Permendikbud no 1 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, untuk kuota Afirmasi Keluarga Ekonomi Tidak Mampu sebesar minimal 15%, yang artinya bahwa sekolah Negeri boleh menerima siswa miskin lebih dari 15%, atau sebanyak-banyak, sebagai bentuk nyata negara hadir membantu kesulitan orang tua miskin.

“Kalau regulasinya jelas minimal, artinya lebih sangat boleh, hanya oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa barat menjadi maksimal 15%, sehingga banyak sekolah Negeri yang menolak siswa miskin,” tegas Roy Pangharapan.

Dalam audensi tersebut, DKR menyampaikan tuntutan agar
jangan adalagi penolakan siswa miskin oleh sekolah Negeri.

“Untuk itu DKR segera akan membentuk Posko Pengaduan PPDB untuk memastikan semua anak miskin bisa sekolah,” tegas Roy Pangharapan.

Tentang Posko, Any Sayekti mengatakan di Kemendikbudristek juga ada Posko Pengaduan. Namun ia berharap disetiap daerah juga dibuka Posko Pengaduan.

“Posko Pengaduan Penting. Seharusnya di setiap daerah juga ada. Semakin banyak semakin baik, tinggal dibangun koordinasi yang kuat,” ujarnya.

DKR juga melaporkan masih adanya penahanan ijazah oleh pihak sekolah, pungutan oleh sekolah.

“Untuk memperkuat pengawasan kami minta agar ada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi agar ada disetiap kabupaten kota,” tegasnya. (*)