Juga melengkapi kebutuhan wisatawan dengan membangun Gedung Graha Halim sebagai fasilitas penginapan. Wisata ber-branding ‘Setigi’ (Selo Tirto Giri) yang sudah dikenal luas di negeri ini sangat kental dengan ‘karakter’, ‘warna’, ‘wajah’ Abdul Halim sebagai wisata ‘Out Of The Box’ atau tidak umum.
Pembangunan Graha Halim ini rencananya menggunakan pendapatan asli desa atau PADes secara bertahap (multy years) dengan tafsiran anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Dalam lanjutan pembangunan semata rantai dan satu kawasan wisata itu, Kades Halim juga merencanakan pembangunan akses jalan untuk wisata dengan anggaran Rp7,5 miliar.
Saat awak media mengajukan pertanyaan (wawancara) via pesan elektronik WhatSapp (WA) sebagai bentuk kewajiban dalam melakukan konfirmasi terkait sistem penganggaran pembangunan Graha Halim dan akass jalan, apakah penganggaranya melalui multy years (bertahap setiap tahun penganggaran) Halim menjawab dengan bahasa Jawa.
“Nopo jare sing ngarani, (terserah yang bilang) kulo mung saget piye carane migunani (saya hanya bisa bagaimana bermanfaat kepada orang banyak),” ungkap Halim
Abdul Halim sendiri dikenal visioner di bidang wisata, sebab ia menancapkan jabatan pertamanya menegaskan karakternya sebagai kades yang melakukan bubak alas bekas galian C lalu disulap menjadi wisata.
Kades berkumis dan berjenggot dengan rambut dikuncir ini membangun wisata yang sangat kental dengan wajah dan namanya, kesan ‘Halim Sentris’ itu mulai beraroma ‘disparitas’ ditengah masyarakat. Patung semirip Kades Halim itu diberinama ‘Bagawan Setigi’ setinggi dua meter. Berambut gondrong kunciran berkumis dan berjenggot. Sangat khas dengan postur Kades Halim.
Patung itu dibangun menghadap arah matahari terbenam dengan membelakangi arah gerbang masuk di wisata bermaksud menaruh harapan untuk seorang pemimpin harus visioner, tentu yang melihat dengan sudut membaca dan sudut pandangnya terbenak ‘Wisata Setigi Halim Sentris’. Dan penyematan Halim Sentris itu dikatakan wajar sebagian orang yang melihat proses. Sebab wisata ini murni hasil pemikiran dan kocekan tangan dingi Sang Kades Halim.
Meski tidak sedikit yang mengkritik secara ‘silent’ warga Desa Sekapuk karena takut saking kuatnya dominasi Halim sebagai penguasa desa dan wisata Setigi, meski sampai hari ini masih banyak warga Sekapuk sendiri yang bertanya soal kepemilikian lahan wisata dan dana awal untuk pembangunan Wisata Setigi. Mereka menganalisis bahawa Desa Sekapuk dipimpin oleh seorang kepala desa selama enam tahun satu periodiknya, maka sangat dan pasti suatu saat akan berganti pemimpin. Menurut mereka (pengkritik) jika suatu saat berganti pemimpin bagaimana dengan nasib simbul-simbul Halim Sentris yang kadung tertancap di Wisata Setigi ?
Jika pemimpin (Kades) penggantinya legowo (menerima) dan tidak membongkar patung dan nama-nama yang menempel itu kemungkinan tidak akan menjadi masalah di desa ini dikemudian hari. Jika itu menjadi masalah. Maka desa Sekapuk yang saat ini ayem damai bisa berubah memanas. Sebab tidak ada jaminan terima jika patung dan nama-anam itu dibongkar oleh kompetitornya Halim dan pendukungnya bisa menerima ?. Selain itu lahan yang digunakan untuk wisata juga harus jelas dan transparan agar warga mengetahui asal muasal lahan dan dana yang digunakan untuk membangun.
“Sekapuk itu desa. Bukan sekumpulan keluarga sedarah yang bisa dibuat mudah untuk diatur seperti tukang parkir mengarahkan dan menata sepeda. Ini yang kami pikirkan. Kami sampai hari ini hanya mengamati dan pemerhati saja. Sambil berfikir memecahkan masalah jika hal terburuk kedepan terjadi,” ungkap salah satu tokoh muda Desa Sekapuk yang terimbas hawa disparitas megahnya wisata Setigi.
Warga Sekapuk harus bangga memiliki wisata Setigi yang mampu mendongkak PADes. Dan bahkan sejak wisata setigi viral Sekapuk menjadi desa yang tidak lagi dianggap enteng (ringan) seperti ‘Kapuk’. Desa Sekapuk dinobatkan sebagai desa miliarder. Karena memiliki PADes miliaran rupiah dari hasil wisata setigi besutan Abdul Halim. Bahkan ungkap dia, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat berkunjung ke Setigi beberapa tahun yang lalu pernah menyampaikan konsep wisata Setigi adalah ‘out of the box’ (tidak umum)
“Iya memang tidak umum. Sebab wisata ini meskipun yang bubak alas seorang Halim tetapi dia adalah kepala desa. Artinya seorang kepala desa ini tidak sedang membawa nama diri sendiri tetapi mambangun desa untuk bangsa dan negara. Bukan buat pribadi seorang Halim. Tanpa namapun masyarakat tahu bahwa ini berkat tangan dinginya Pak Halim. Sehingga bakal dikenang bukan karena patung. Nilai kenangan itu jadi lain. Out of the box maknanya jadi beda jika Halim Sentris menancap di wisata ini,” tandas dia.
Kritik dan saran masyarakat tentu harus menjadi pertimbangan pemangku kepentingan desa Sekapuk khususnya Wisata Setigi yang sudah menasional dan menjadikan desa dulu masuk kategori desa tertinggal dan kesenjangan sosial di desa tersebut sangat tinggi dan rawan konflik. Desa Sekapuk yang memiliki 6.000 warga dimlaim sebagai desa miliarder dengan pendapatan asli desa mencapai Rp 3,412 miliar. (Mor)