Jaksa Agung Tidak Ingin Jaksanya Kejam dan Zalim dengan Kewenangannya

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan dengan kedudukannya seorang jaksa diberikan kewenangan yang sangat luar biasa untuk  merampas kemerdekaan seseorang.

“Tapi jika kewenangan tersebut tidak dilengkapi integritas, profesionalitas dan moralitas justru akan menjadikan saudara pribadi yang kejam dan zalim,” kata Jaksa Agung saat menutup Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan ke 79 Gelombang I Tahun 2022 di Badan Diklat Kejaksaan, Jakarta, Rabu (21/9).

Oleh karena itu Jaksa Agung menegaskan tidak menginginkan jaksanya menjadi orang yang kejam dan zalim dengan kewenangannya serta tidak mentolerir segala bentuk penyalahgunaan wewenang.

“Maka gunakanlah kewenangan yang ada secara arif dan bijaksana,” ujarnya seraya menyampaikan sebagai aparat penegak hukum jaksa terikat dengan kode etik perilaku Jaksa yang mengatur tentang kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi.

Oleh karena itu, tutur dia, pelajari dan pahami ketentuan yang tercantum dalam kode etik perilaku jaksa agar dalam setiap gerak dan langkahnya selalu sesuai dengan norma perilaku Jaksa.

Jaksa Agung pun mengingatkan para jaksa baru untuk menghindari segala bentuk perbuatan tercela dan pelanggaran hukum. “Butuh waktu setidaknya 20 tahun untuk membangun sebuah reputasi baik sebagai seorang Jaksa, dan hanya 5 menit saja untuk menghancurkannya,” ujarnya.

Dibagian lain dia mengingatkan tentang pentingnya bagi setiap jaksa menggunakan hati nurani dalam setiap pelaksanaan penegakan hukum. “Karena penegak hukum tanpa hati nurani ibarat hewan buas yang dapat melukai siapa saja dan layaknya jasad tanpa ruh atau jiwa sehingga tidak memiliki arti,” ucapnya.

Dikatakannya hati nurani menjadi penting untuk selalu dikedepankan setiap penegak
hukum karena beranjak dari tataran empiris. “Dimana penegakan hukum dewasa ini cenderung mengedepankan legalitas-formal pada aspek kepastian hukum, daripada keadilan dan kemanfaatan hukum yang lebih substansial bagi masyarakat.”

Oleh karena itu, tuturnya, hati nurani adalah pelita dari seorang jaksa yang dapat
digunakan untuk menerangi kegelapan penegakan hukum. “Melalui hati nurani saudara akan mendengar suara kebenaran yang mengarahkan kepada jalan keadilan. Karena Inti nurani adalah rasa keadilan. Ingat rasa keadilan tidak ada dalam buku, tidak pula ada dalam teks undang-undang, melainkan ada di dalam setiap Hati Nurani.”

Dia menambahkan sebagai Jaksa yang nantinya akan terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat maka harus memiliki akhlak yang baik, menjaga adab serta menjunjung tinggi
moral dan etika.

Selain itu, kata Jaksa Agung, harus mampu selalu menjaga martabat dan harga diri sebagai Jaksa dan menjaga marwah institusi Kejaksaan. “Karena kompetensi ilmu pengetahuan yang dimiliki harus mengikuti adab dan etika, tidak pernah mendahuluinya dan tidak pernah menghancurkannya.”

Dikatakannya juga jaksa yang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. “Mereka dibentuk melalui kesulitan, tantangan, dan air mata,” ucap mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.

Sementara Kepala Badiklat Kejaksaan Tony Tribagus Spontana mengatakan dari 320 peserta PPPJ Angkatan ke 79 Gelombang I Tahun 2022, sebanyak 317 peserta dinyatakan lulus setelah dilakukan penilaian secara menyeluruh sesuai ketentuan.
“Sementara itu tiga orang peserta dikembalikan ke satuan kerja asal karena alasan sakit,” katanya.(muj).