JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajaran Kejaksaan yang bertugas di wilayah hukum Provinsi Kepulauan Riau untuk memaksimalkan penerapan sanksi pidana tambahan.
“Yaitu penyitaan dan perampasan terhadap instrumen tindak pidananya untuk bisa lebih memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan di wilayah laut Kepulauan Riau,” kata Jaksa Agung di Kejaksaan Tinggi Kepri, Jumat (7/10/2022)
Masalahnya, kata dia, wilayah Kepri yang secara geografis memiliki 2.408 pulau dan luas lautan 242.825 kilometer persegi dengan potensi perikanan sebesar 1,1 juta perton pertahun selain berdampak positif bagi perekonomian juga akan memberikan implikasi hukum.
“Seperti munculnya kejahatan transnasional yaitu illegal fishing, human trafficking, penyelundupan barang dan narkotika sampai permasalahan ekspor dan impor,” tutur Jaksa Agung dalam salah satu pengarahaan saat kunjungan kerja di Kejati Kepri.
Oleh karena itu dia meminta untuk mencermati pengaturan beberapa ketentuan pidana yang mengatur masing-masing delik yang memuat sanksi pidana tambahan untuk kemudian dapat dimaksimalkan penerapannya.
Jaksa Agung pun menginstruksikan Asisten Pidana Umum memonitor dan selalu melakukan evaluasi guna memastikan setiap penuntutan yang dilaksanakan para jaksa dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan.
Sementara terkait mafia pelabuhan, Jaksa Agung mencermati praktik tersebut
berpotensi menghambat investasi dan lalu lintas perdagangan dalam negeri melalui ekspor impor yang berimplikasi terhambatnya perekonomian dan pembangunan wilayah Provinsi Kepri.
Oleh karena itu dia meminta jajaran Intelijen membangun koordinasi dan sinergitas dengan lembaga atau aparat penegak hukum lain dalam rangka memberantasnya. “Selain mempedomani Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Pelabuhan dan Bandar Udara,” ucapnya.
Adapun menyangkut kebijakan restoratif justice, Jaksa Agung menyebutkan berdasarkan data diterimanya pertanggal 26 September 2022 untuk wilayah Kepri pada tahun 2020 terdapat dua penghentian perkara.
“Sedangkan pada tahun 2021 ada enam penghentian perkara dan tahun 2022 ada tujuh belas penghentian perkara,” ucapnya seraya menyebutkan data tersebut menunjukan adanya peningkatan yang signifikan.
Dia pun berharap Aspidum dan para Kasipidum untuk dapat mengoptimalkan lagi penggunaan wewenang RJ dan Kepala Kejaks serta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk selalu melakukan pengawasan dalam pelaksanaanya. “Serta pastikan tidak terjadi tindakan “transaksional” yang dapat menodai kewenangan itu,” ujar Jaksa Agung.(muj)