Suasana latihan melukis bersama di Sanggar Garajas.

Revitalisasi Sanggar Garajas

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Sejak enam bulan terakhir Sanggar Garajas – sebuah sanggar seni rupa tertua di Jakarta khususnya di Jakarta Selatan – melakukan revitalisasi dengan menyelenggarakan melukis dan membuat sket bersama yang berlangsung di salah satu ruangan yang ada di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan Bulungan.

Saat gerakan untuk melakukan kegiatan melukis dan membuat sket bersama diumumkan melalui WA Group, ada yang mempertanyakan untuk apa kegiatan tersebut digalakkan kembali. Bukankah anggota Sanggar Garajas sudah ‘jago nglukis dan bikin sket?!?’

Namun, ketika dalam prakteknya revitalisasi tersebut ternyata (!) melibatkan para orangtua yang puteri-puteri mereka memiliki hobi menggambar, pertanyaan atau keraguan (?) yang muncul awalnya muncul tersebut – perlahan tapi pasti – hilang dengan sendirinya tak ubahnya seperti debu jalanan tertiup angin.

Salah seorang senior Sanggar Garajas sedang memberi bimbingan dan pengarahan – tanpa bermaksud untuk menggurui.

Kini, setiap hari Minggu, suasana di salah satu ruangan yang pada era 1970-an dijadikan tempat berkumpul oleh anak-anak dan para remaja putera-puteri untuk melukis dan membuat sket – kembali ramai dengan hadirnya  para millenial generation yang punya hobi menggambar.

Tapi, diakui atau tidak, suasana atau atmosfir yang ada sekarang berbeda sama sekali dengan suasana era 1970-an.

Dulu, remaja putera-puteri yang datang dan berkumpul kemudian ‘latian nglukis dan bikin sket bareng’ punya kebiasaan cukup unik. Yakni, sambil tetap aktif menggoreskan pensil di kertas gambar yang mereka bawa dari rumah mereka masing-masing – kemudian tiba-tiba ada salah seorang di antara mereka yang bercerita tentang film yang baru mereka tonton dua-tiga hari sebelumnya atau puisi dan novel yang mereka baca – yang lainnya segera merespon.

Salah satu hasil goresan pensil millenial generation yang berhimpun di Sanggar Garajas.

‘Dialog interaktif’ yang terjadi antara satu dengan lainnya saat mereka berkomentar mengenai film yang telah ditonton atau puisi dan novel yang telah dibaca — sama sekali tidak diwarnai dengan suasana saling tatap wajah, namun tetap mengalir lancar masuk ke telinga kiri keluar melalui telinga kanan.

Sehingga, kesan ‘berkarya sambil bekerja’ begitu kental mewarnai salah satu ruangan yang sekarang pun dipergunakan oleh para millenial generation yang punya hobi menggambar.

Lalu, di mana letak perbedaannya antara ‘yang dulu’ dan ‘yang sekarang’? Millenial generation kalau sedang aktif belajar menggambar dan membuat sket – sesekali menyimak apa saja yang muncul di layar HP mereka. Sehingga, suasana yang ada terkesan ‘sepi nyenyep’ dan hanya sesekali terdengar tawa riang karena menyimak video lucu yang tayang di layar HP mereka.

Perbedaan lainnya, setiap Minggu para millenial generation hadir di Sanggar Garajas untuk mengembangkan talentanya – mereka didampingi oleh orangtua mereka masing-masing. Dengan demikian terjadi pula ‘dialog interaktif’ di antara para orangtua.

Para senioren yang sket dan karikatur mereka sering menghiasi halaman surat kabar – salah satunya di Harian Sore Sinar Harapan.

Di era 1970-an hal tersebut belum tentu ‘hadir’ karena remaja putera-puteri yang bergabung di Sanggar Garajas yang jadwal latihannya dilaksanakan setiap Rabu, Jumat dan Minggu (jadwal latihan melukis dan atau membuat sket bersama) datang sendiri tanpa ada yang mendampingi.

Kalau tokh ada yang mendampingi, paling hanya sekali-dua terjadi, sehingga menjadi wajar kalau di kemudian hari – bahkan sampai hari ini pun ketika para senior di Sanggar Garajas sudah banyak yang usianya ‘berkepala 6’ dan juga ada yang akan ‘berkepala 7’ – mereka tak saling mengenal antar ‘ortu’ mereka masing-masing.

Meskipun begitu mereka tetap ‘guyub rukun’ sampai sekarang, dan setiap Minggu mereka pun hadir memberi bimbingan dan pengarahan kepada millenial generation yang bergabung di Sanggar Garajas.

Para orangtua yang mendampingi putera-puteri mereka pun larut dalam suasana gembira yang ditunjukkan oleh putera-puteri mereka saat hasil goresan mereka diberi penilaian oleh para senior Sanggar Garajas tanpa bermaksud untuk ‘menggurui’. (Like Wuwus)