JAKARTA (Independensi.com) – Sudah hampir satu bulan sejak majelis hakim kasus mafia minyak goreng memerintahkan jaksa penuntut umum untuk memanggil paksa. Namun kehadiran mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi guna bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta hingga kini masih belum jelas.
Menurut pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar apapun alasannya dari mantan Menteri Perdagangan tersebut maka jaksa penuntut umum harus secara maksimal dapat menghadirkan Lutfi untuk bersaksi di persidangan.
“Karena kalau alasannya mendampingi istrinya berobat di luar negeri, itu tidak menjadi halangan yang bersangkutan bersaksi dalam sidang. Karena yang sakit kan istrinya dan bukan dia (Lutfi),” kata Fickar kepada Independensi.com, Rabu (8/11/2022).
Oleh karena itu, dia menegaskan, kalau Lutfi tidak mau menghadiri panggilan sidang maka JPU harus melaksanakan mekanisme hukumnya melalui panggilan paksa dengan mendatangi rumahnya.
“Kalau tidak ada, maka panggil melalui surat kabar dan jika tidak datang juga baru umumkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang),” kata staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.
Seperti diketahui Lutfi sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan sidang lanjutan kasus mafia migor dengan lima terdakwa yaitu Indrasari Wisnu Wardhana dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pertama kali ketika Lutfi dipanggil untuk didengar keterangannya pada Selasa 11 Oktober 2022. Selanjutnya panggilan yang kedua untuk hadir pada Selasa 18 Oktober 2022. Namun karena tidak hadir, Tim JPU kemudian diperintahkan untuk memanggil Lutfi secara paksa untuk hadir pada Selasa 25 Oktober 2022 dengan surat penetapan dari majelis hakim. Ternyata Lutfi tidak juga hadir dalam sidang 25 Oktober 2022.
Adapun dalam kasus mafia minyak goreng terkait dugaan korupsi pemberian ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya dari Januari 2021 hingga Maret 2022, salah satu terdakwa adalah mantan anak buah Lutfi yaitu Indrasari Wisnu Wardhana mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
Sedangkan empat terdakwa lainnya yaitu Lin Che Wei alias Weibinanto Halim. anggota Tim Asistensi pada Kemenko Perekonomian dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI).
Kemudian Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia terdakwa Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group terdakwa Stanley MA dan General Manager PT Musim Mas terdakwa Togar Sitanggang.(muj)