JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) kembali menyetujui delapan dari sembilan kasus tindak pidana dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice.
“Persetujuan diberikan JAM Pidum setelah dilakukan gelar perkara atau ekspose secara virtual oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restoratif justice,” ungkap
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (15/11/2022).
Sumedana mengatakan adapun alasan pemberian penghentian penuntutan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberi maaf.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” ujarnya seraya menyebutkan tersangka dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Selain itu, tutur dia, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. “Selain itu tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.”
Alasan lain, kata dia, karena
ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. “Masyarakat pun merespon positif,” kata mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali ini.
Adapun delapan kasus tindak pidana yang dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ yakni:
1. Tersangka Redy Ervany alias Redy bin Suhardi dari Kejaksaan Negeri Ketapang yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Irwan alias Bagok bin Yanto dari Kejaksaan Negeri Sambas yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Norman Suseno alias Suseno alias Aliong anak Tawbwee dari Kejaksaan Negeri Pontianak yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
4. Tersangka Cornelius Palno alias Gumpal bin Dewan Utus dari Kejaksaan Negeri Tabalong yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
5. Tersangka Haidir bin Tohalus dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
6. Tersangka Sarkawi alias Awi bin Saiban (alm) dari Kejaksaan Negeri Kotabaru yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Irawadi alias Adi bin Silis dari Kejaksaan Negeri Siak yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
8. Tersangka Tjaisan alias Awang alias Awan dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Sedangkan satu kasus lain yang tidak disetujui atau dikabulkan yaitu atas nama tersangka Supono bin Sukemi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
“Tidak dikabulkan karena perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ucap Sumedana.(muj)