JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana menegaskan dalam menuntut terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Joshua, pihaknya melalui tim jaksa penuntut umum (JPU) tidak asal-asalan karena semua ada aturan dan parameternya.
“Jadi ada aturan dan parameternya yaitu untuk tinggi rendahnya tuntutan tergantung peran masing-masing terdakwa dan alat bukti yang muncul di sidang,” kata Fadil dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (19/1/2023) menanggapi polemik yang muncul pasca tuntutan terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Seperti diketahui dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Joshua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup dan Bharada Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya yaitu Putri Chandrawati istri dari Ferdy Sambo serta Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dituntut masing-masing delapan tahun penjara.
Fadil sendiri menolak apabila tuntutan jaksa disebut sebagai polemik melainkan hanya beda sudut pandang dari masing-masing pihak yang berkepentingan dalam kasus tersebut.
“Jadi nggak ada polemik dan yang ada hanya beda sudut pandang dan itu hal yang wajar. Karena kalau keluarga korban merasa kurang tinggi, saya berempati kepada korban,” katanya.
Sebaliknya, tutur dia, jika terdakwa atau penasehat hukumnya bilang ketinggian. “Ya nggak apa-apa. Itu juga hak terdakwa dan ini kan proses masih berjalan. Nanti ada pledoi, replik, duplik dan putusan hakim. Masih panjang ceritanya,” tutur Fadil.
Media Jangan Ikut Mengadili
Oleh karena itu dia meminta karena persidangan masih berlangsung maka jangan terlalu banyak opini dilemparkan. Begitupun dengan media, Fadil pun meminta jangan ikut-ikutan mengadili.
“Karena media gunanya untuk memancarkan berita-berita dalam sidang. Jangan membentuk opini agar hakim, jaksa dan penasehat hukum berpikir jernih. Nanti hukumannya dari hakim,” ujar Fadil yang didampingi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Sementara Sumedana sebelumnya dengan senada menyebutkan penilaian tinggi rendahnya tuntutan selain tergantung dari mens rea (sikap batin) juga peran dari masing-masing terdakwa.
“Termasuk latar belakang terdakwa dan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat,” ujarnya seraya mengungkapkan berdasarkan fakta hukum peran dari Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual atau intelektual dader telah dituntut hukuman seumur hidup.
“Karena Ferdy Sambo telah memerintahkan Richard Eliezer untuk mengeksekusi atau menghilangkan nyawa korban Joshua guna menyempurnakan pembunuhan berencana. Sehingga Richard selaku eksekutor dituntut 12 tahun penjara,” ujarnya.
“Sementara terdakwa Putri Chandrawati, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf tidak secara langsung menyebabkan terjadinya menghilangkan Joshua. Hanya saja ketiganya sejak awal tahu rencana pembunuhan, tapi tidak berusaha mencegah atau menghalangi tindak pidana terjadinya pembunuhan berencana tersebut,” kata Sumedana.
Telah Terakomodir Sebagai JC
Dia pun menyebutkan terkait rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Pelaku (LPSK) agar Richard Eliezer mendapatkan status sebagai Justice Collaborator (JS) dan tuntutan ringan telah terakomodir dalam surat tuntutan Tim JPU.
“Sehingga Richard Eliezer dituntut jauh lebih ringan dari Ferdy Sambo selaku aktor intelektual yaitu 12 tahun penjara. Padahal Richard adalah selaku eksektor,” ujar mantan Kajari Mataram ini.
Selain itu, kata dia, untuk kasus pembunuhan berencana atau pelanggaran pasal 340 KUHP bukan termasuk yang diatur dalam pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomorn 31 tahun 2012 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011.
“Karena yang termasuk dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban serta SEMA Nomor 4 tahun 2011 yaitu terkait kasus Tindak Pidana Korupsi, Terorisme, Narkotika, Tindak Pidana Pencucian Uang, Perdagangan Orang dan tindak pidana lain yang terorganisir,” ungkapnya.
Sumedana menambahkan Richard juga bukan penguak fakta hukum pertama. “Tapi justru keluarga korban penguak fakta hukum pertama. Sedang Richard adalah pelaku utama. Jadi sebenarnya tidak dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan status Justice Collaborator,” ujarnya.(muj)